REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salim Kancil merupakan salah satu aktivis lingkungan yang menolak penambangan pasir di Desa Selo Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur tersebut.
Meninggalnya Salim dilatarbelakangi perselisihan antara para petani yang produksi pertaniannya rusak akibat kegiatan penambangan dan warga yang mencari nafkah dengan menambang pasir.
Agar kasus tersebut tidak terulang, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar menawarkan solusi dengan pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) atau usaha kelompok desa lainnya.
Menurut Marwan, unit usaha milik desa yang sumber anggarannya dari dana desa tersebut berfungsi untuk mengelola berbagai usaha masyarakat, sehingga manfaatnya juga bisa dirasakan bersama.
“Keberadaan BUMDesa sebagai wadah penguatan ekonomi pedesaan. Tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat desa, tapi juga bertujuan untuk meningkatkan nilai-nilai sosial dan tradisi gotong royong antar masyarakat yang saat ini sudah mulai terkikis,” kata Marwan, Ahad (3/1).
Menteri asal Pati Jawa Tengah tersebut mengatakan, dengan BUMDesa masyarakat juga bisa sama-sama saling memiliki dan menjaga aset yang dimiliki oleh desa.
“Intinya, dana desa yang digelontorkan pemerintah yang sekarang menjadi hak desa, harus dikelola dengan baik. Selain untuk BUMDesa, juga untuk infrastruktur dan sarana penunjang desa lainnya,” ucapnya.
Marwan melanjutkan, pada tahun 2016 ini dana desa akan digelontorkan lebih besar atau dua kali lipat dari tahun 2015 atau kisaran Rp700 juta per desa. Tidak hanya itu, kata dia, mekanisme pencairan ke desa juga akan dipermudah.
"Yang terpenting, pengelolaannya bertanggung jawab. Saya juga kembali ingatkan kepada masyarakat, agar membantu mengawasinya. Jangan sampai dana desa dikelola untuk kepentingan pribadi,” ujarnya.