REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kajian komprehensif Ibnu Sina dalam pengobatan patah tulang dimulai sejak abad ke-10 M. Namun, Barat lebih meakui Profesor George Perkins sebagai pencetus Theory of Delayed Splintage. Professor George Perkins.
(Baca: Ibnu Sina Kaji Pengobatan Patah Tulang)
Untuk patah tulang terbuka yang disertai dengan luka, Ibnu Sina menganjurkan agar pada bagian luka tak dibalut. Ia lebih menganjurkan agar bagian yang luka diberi salep terlebih dulu. Luka-lukanya diharapkan cepat sembuh, sehingga dokter bisa melakukan pengobatan pada bagian tulangnya.
Ada beragam jenis patah tulang dipaparkan Ibnus Sina dalam buku kedokterannya yang sangat monumental. Beragam jenis patah tulang itu, antara lain, patah tulang tengkorak. Pada kasus ini, kata Ibnu Sina, hematoma (kumpulan darah di luar pembuluh) bisa terjadi di bawah kulit. Perawatannya, perlu kehati-hatian. Gejala patah tulang tengkorak ditandai dengan hilangnya kesadaran, pusing, dan tak bisa berbicara.
Selain itu, Ibnu Sina juga menjelaskan tentang patah tulang hidung. Menurut dia, jika patah tulang hidung terlambat ditangani maka tulangnya akan menjadi curam dan penderitanya tak bisa lagi mencium bebauan atau mengalami anosmia. Patah tulang jenis ini harus sudah diobati pada 10 hari pertama.
(Baca: Rekomendasi Ibnu Sina untuk Pasien Patah Tulang)
Pengobatan patah tulang bahu juga dipaparkan Ibnu Sina dalam Canon of Medicine. Semua bagian tulang pada tubuh memang bisa mengalami patah. Ibnu Sina telah menjelaskan secara detail beragam jenis dan bentuk patah tulang pada setiap organ manusia.
Prestasi dan pencapaiannya itulah yang membuat dunia kedokteran modern tetap mendaulatnya sebagai ''Bapak Kedokteran Modern''. ''Ibnu Sina telah memainkan peranan penting dalam menjga warisan kedokteran yang dikembangkan ribuan tahun lalu lewat bukunya, al-Qanunfi-l-Tibb,'' papar Kaadan.
Buah pikir Ibnu Sina tentang pengobatan patah tulang itu masih digunakan dunia kedokteran Barat hingga akhir abad ke-17 M. Menurut Kaadan, Ibnu Sina juga telah mencetuskan apa yang disebut sebagai "Bennet's fracture 1882", sembilan abad sebelum hal itu dicetuskan Barat. Tak heran, para dokter di Barat kerap berujar, ''Setiap orang yang ingin menjadi dokter yang baik harus menjadi Avicennist."