REPUBLIKA.CO.ID, MADRID -- Hadirnya Florentino Perez sebagai orang nomor satu di Real Madrid sejak 2000 silam memberikan dampak kepada klub yang bermarkas di Santiago Bernabeu. Perez mengubah Madrid menjadi klub yang tak cakap mengelola keuangannya menjadi klub dengan nilai termahal saat ini versi majalah Forbes.
Tak heran Perez terus bertahan hingga sekarang. Sudah empat periode ia terus memimpin Madrid karena dianggap sosok yang paling pantas.
Tapi di bawah kendali pria 68 tahun itu, Madrid jadi klub yang tak bersahabat dengan pelatih. Standar tinggi ditetapkan kepada orang-orang yang ditunjuk menjabat sebagai arsitek tim.
Kemenangan dan trofi wajib hukumnya. Carlo Ancelotti menjadi bukti kesuksesan di masa lalu tak menjamin apapun. Pelatih yang sukses mempersembahkan gelar Liga Champions dua tahun lalu terdepak lantaran gagal meraih gelar pada musim 2014/2015.
Ini masih ditambah syarat harus bermain elok. Jika membuat tim bermain pragmatis dan hanya membidik hasil akhir, siap-siap saja dipecat.
Andai semua sudah dipenuhi, nasib pelatih belum tentu aman. Mereka harus bisa menjaga kenyamanan ruang ganti. Jika ada pemain bintang yang 'sakit hati', siap-siap angkat kaki.
Vicente del Bosque menjadi contoh pelatih yang dipecat hanya karena berselisih dengan salah satu pemain. Padahal di tangan pria yang sekarang menjadi pelatih timnas Spanyol ini, Madrid tampil menghibur dan terus menggondol trofi.
Malang bagi Benitez, ia gagal memenuhi banyak kriteria ini. Madrid dikeluhkan sebagian besar fan bermain membosankan dan tak meyakinkan sehingga kalah 0-4 dari Barcelona dan berada di posisi ketiga klasemen. 'Dosa' Benitez makin berat karena dia dikabarkan berselisih dengan Cristiano Ronaldo dan Gareth Bale.
(Baca: 5 Dosa Benitez di Real Madrid)