Selasa 05 Jan 2016 12:27 WIB

KSAU: Seragam Ala Tentara di Dua Kementerian Bisa Bikin Salah Persepsi

KSAU Marsekal Agus Supriatna.
Foto: Republika/Wihdan H
KSAU Marsekal Agus Supriatna.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna berpendapat penggunaan seragam ala militer yang digunakan oleh Kementerian Perhubungan dan Kementerian Hukum dan HAM akan menimbulkan salah persepsi.

"Ini bisa menimbulkan salah persepsi, dan bisa disalahgunakan oknum yang tidak bertanggung jawab," kata KSAU usai memimpin upacara serah terima jabatan Panglima Komando Operasi Angkatan Udara I dari Marsekal Muda TNI A Dwi Putranto kepada Marsekal Pertama TNI Yuyu Yutisna, di Lapangan Upacara Makoopsau I, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa (5/1).

(Baca: TNI AU Protes Seragam Dinas Dua Kementerian Ini)

Meski belum ada dampak negatif yang timbul, namun dirinya tak ingin jika suatu saat kesamaan seragam ini malah membuat orang salah persepsi. "Jika ada oknum yang nakal, maka bisa jadi AU jadi sasaran tembak, padahal itu bukan AU," ucapnya.

Begitu juga sebaliknya, dirinya khawatir jika anggotanya ada yang nakal, maka pegawai kementerian yang kena sasaran. Ia pun berharap tak ada kendala dan persoalan yang serius di 2016 ini. "Saya berharap sih kita semua baik-baik dan lebih baik lagi ke depan," ujar Agus.

KSAU mengaku sudah mengirimkan surat kepada Kementerian Perhubungan dan Kementerian Hukum dan HAM terkait seragam dinas yang mirip dengan seragam militer Angkatan Udara itu. Ia pun telah memberikan pemahaman ke mereka bahwa sebaiknya seragam dinas tak sama seperti seragam yang dipakai oleh militer.

"Itu kita sudah buat surat, sudah disampaikan. Segala sesuatu tergantung pada pemerintah. Segala sesuatu ada seragam sendiri-sendiri. Secara kehidupan mungkin ada kebanggaan menggunakan seragam militer," demikian Marsekal TNI Agus Supriatna.

Sebelumnya, Kadispenau Marsekal Pertama TNI Dwi Badarmanto, mengatakan bahwa untuk menghindari masyarakat sipil menjadi sasaran kekerasan dalam konflik militer, maka sudah saatnya penggunaan seragam dan atribut militer oleh masyarakat sipil dihentikan.

Penghentian pemakaian, lanjut Dwi, harus dipahami bersama, baik oleh 'combatan' dan 'civilian' sebagai gerakan moral dalam rangka melindungi civilian dari tindak kekerasan oleh militer dalam konflik bersenjata.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement