REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Edhi Sunarso dalam hidupnya pernah mengeluhkan keberadaan bangunan tinggi yang menjulang di sekitar karya-karyanya. Salah satunya adalah Patung Dirgantara.
Satia Sunarso, putra ketiga Edhi, mengatakan, keberadaan patung yang diarahkan menunjuk ke Halim Perdanakusuma itu sudah tidak lagi tampak jelas karena tertutp bangunan dan jalan layang.
"Bapak ya pernah mengeluh. Terutama sama bangunan jalan tol dekat Patung Dirgantara. Itu kan mengurangi nilai estetika patung karya bapak. Tapi ya mau bagaimana lagi," ujar Satia Sunarso kepada Republika.co.id saat ditemui di rumah duka, Griya Seni Kustiyah Edhi Sunarso, Desa Nganti RT 02, RW 07, Jl Cempaka no. 72, Mlati, Sleman, DIY, Selasa (5/1).
Namun begitu Edhi tidak pernah mau memindahkan karya-karyanya. Sebab patung-patung miliknya diletakkan dengan maksud tertentu.
Satia menceritakan, sang ayah selalu berkata bahwa dengan memindahkan patung, makna sejarah dari karyanya akan berubah. Misalnya Patung Dirgantara yang menunjuk ke Halim dibuat spesial untuk TNI Angkatan Udara. Jika arahnya diubah atau dipindahkan, makna serta latar belakang pembuatan patung tersebut akan rusak.
"Bapak bilang, Pak Sukarno minta bapak buat patung seperti itu dengan tujuan tertentu. Kalau diubah nanti maknanya berubah," papar Satia.
Ia mengakui, selama sang ayah masih hidup, banyak tawaran pemindahan patung datang silih berganti dengan anggaran yang sangat besar. Namun demi mempertahankan idealisme karyanya, Edhi tidak pernah menyetujui tawaran pemindahan tersebut. Di penghujung usianya, Edhi sempat juga menyayangkan minimnya keberadaan pematung realis.
Saat ini jasad Edhi akan segera dimakamkan di Makam Seniman Imogiri, Bantul, DIY.
"Makamnya dekat makam ibu. Itu sudah jadi permintaan bapak. Bapak juga sudah menyiapkan hal tersebut sejak lama," tambah Satia.