REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus senior Partai Golkar, Akbar Tandjung mengatakan konsolidasi nasional yang dilakukan Aburizal Bakrie, Ahad (3/1) dan Senin (4/1) kemarin bisa disebut tidak sah. Sebab, apa yang dilakukan memang bukan produk dari kepengurusan yang diakui oleh hukum.
Akbar mengatakan, rencana Rapimnas yang akan Ical selenggarakan Senin (18/1) juga masih harus dipertanyakan keabsahannya. Akbar menilai jika memang Ical melakukan Rapimnas tapi disisi lain ia juga mengakui bahwa kepengurusan Bali belum sah, maka, keputusan yang dibawa setelah rapim juga dipertanyakan keabsahannya.
Baca: Priyo Usulkan JK, Ical, dan Agung Jadi Pengurus Golkar Transisi
"Sekarang logikanya, dalam poin pertemuan mereka di bali salah satunya adalah meminta surat keterangan kepengurusan golkar yang sah dari Kemenkum HAM. Jadi mereka saja mengakui kalau mereka belum sah. Maka rapim dan produk produk di bawahnya juga tentu tidak sah," ujar Akbar di kediamannya, Selasa (5/1).
Akbar sendiri menilai nantinya jika memang Ical tetap keukeuh untuk melakukan langkah-langkah strategis maka legalitas Ical juga dipertanyakan. Setidaknya, ada delapan poin yang dicatat oleh Akbar dari hasil pertemuan Ical cs di Bali kemarin. Empat point kemudian menjadi titik kritik Akbar terhadap Ical.
Empat point tersebut antara lain, pertama soal hasil konsolidasi yang menyebutkan merupakan hasil munas Bali. Padahal, munas Bali juga tidak sah. Kedua, soal Ical yang tetap meminta kepada DPD tingkat satu untuk tidak menyelenggarakan munas hingga 2019. Ketiga, soal teguran kepada Akbar terkait posisinya sebagai Wantim. Keempat, soal permohonan pengesahan Kemenkum HAM atas kepengurusan Bali.