REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Lassana Bathily, imigran ilegal asal Mali menjadi pahlawan karena nyawa warga Paris ketika terjadi serangan tahun lalu. ""Ah, ini dia orang Prancis favorit saya," kata Presiden Francois Hollande berteriak ketika menerima Bathily di Istana Elysee dua pekan setelah pembantaian itu.
Bathily, yang bekerja sebagai penyusun dagangan di rak swalayan tersebut, menyelamatkan pengunjung dari pria bersenjata Amedy Coulibaly pada 9 Januari 2015. Cerita Muslim itu menjadikannya lambang baik keberagaman warga Prancis.
Tetapi, seperti yang dia tulis dibukunya, "I'm Not a Hero" (Aku Bukan Pahlawan), yang dijadwalkkan diluncurkan pada Rabu, kepahlawanan menjadi mantel tidak nyaman bagi dirinya.
"Pagi esoknya, aku membuka Facebook dan 800 orang memintaku menjadi teman," kata dia kepada AFP.
"Pada hari-hari berikutnya aku mengatakan 'Tidak, aku bukan pahlawan'. Aku melakukan hal yang semestinya dilakukan," katanya.
Bathily hanya beberapa menit menjelang akhir jam kerjanya di pasar swalayan tersebut, saat itu dia sedang membongkar barang beku di ruang bawah tanah, ketika dia mendengar tembakan, dia kebingungan dan melihat ke atas, saat itu sekitar selusin orang melarikan diri dengan menuruni tangga.
Ketika tak satu pun mau mengambil risiko, dia menggiring mereka ke dalam ruangan pendingin, mematikan lampu dan motor ruangan itu, dan kemudian membuat skenario penyelamatan diri melalui lift dan tangga darurat.
"Jantung saya berdetak kencang. Pada saat itu, saya takut terdengar olehnya," kata dia.
Setelah di luar, dia membantu polisi memberikan sketsa tata letak toko dan menyiapkan serangan mereka. Beberapa jam kemudian, mereka menyerbu masuk dan menembak mati Coulibaly. Ada yang mengatakan peran Bathily dibesar-besarkan media dan pejabat yang haus pencitraan.