REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri pulp (bubur kertas) dan kertas menetapkan target pertumbuhan bisnis hingga 6 persen di 2016. Dengan catatan, pemerintah memberikan jaminan ketersediaan bahan baku. Pertumbuhan tersebut sangat penting untuk menciptakan lapangan kerja demi mempercepat pemulihan ekonomi dalam negeri.
"Industri pulp dan kertas nasional paling efisien ketimbang industri sejenis di negara empat musim, terutama di negara Skandinavia," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan dalam siaran pers yang diterima pekan ini. Karena ketidak-efisienan industri di Skandinavia, produk Infonesia berpotensi mengisi pasar dunia.
Ia menyebut, harga pulp dan kertas dunia di bawah 800 dolar AS per metrik ton sejak 2014 hingga kini. Permintaan pasar pulp dan kertas global berpeluang diisi oleh pulp dan kertas dari Indonesia. Untuk itu, industri pulp dan kertas dalam negeri diprediksi mampu tumbuh 6 persen pada 2016 dan 20 persen pada 2017.
Agar target pertumbuhan tersebut tercapai, kata dia, pemerintah perlu memberikan dukungannya kepada industri pulp dan kertas. Di antaranya, dengan membantu menjaga suplai bahan baku. Sebab, gangguan terhadap pasokan akan berdampak signifikan terhadap operasional industri yang menyebabkan biaya tinggi.
Pemerintah juga perlu menjaga iklim usaha agar tetap kondusif sehingga penyediaan lapangan kerja dapat terjamin. "Menciptakan lapangan kerja sangat penting untuk tahun depan agar masyarakat tetap memiliki daya beli," kata Rusli.
Produksi pulp dan kertas Indonesia pada 2016 akan meningkat dengan beroperasinya pabrik baru di Ogan Kemiring Ilir, Palembang yang berkapasitas 2 juta metrik ton per tahun dan pabrik baru di Riau sebanyak 250 ribu metrik ton. Penambahan tersebut mestinya memberikan dampak positif terhadap perekonomian dalam negeri.
Rusli menambahkan, industri pulp dan kertas mampu menjadi sektor andalan nasional. Salah satunya karena berbasis sumber daya alam (SDA), sehingga sifat investasinya berkelanjutan dibandingkan industri lainnya. Misalnya, dibandingkan garmen, elektronik, atau sepatu, mereka lebih mudah relokasi jika terjadi masalah perburuhan. Sementara investasi industri kertas mahal dan berkelanjutan, sehingga perlu dilindungi agar tetap kondusif.