REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pengusaha di Indonesia diperkirakan akan cenderung merekrut tenaga kerja asing (TKA) dibandingkan pekerja Indonesia.
Selain masalah kompetensi, para pengusaha akan lebih suka merekrut TKA karena sesuai Pasal 42 Ayat 4 UU 13 Tahun 2003, mereka bisa dipekerjakan hanya dalam jangka waktu tertentu.
Aturan itu membuat tidak ada TKA yang menjadi pekerja tetap. Jika dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), mereka tidak akan memperselisihkannya ke pengadilan hubungan industri (PHI) dan Mahkamah Agung (MA).
"Karena dipekerjakan dengan jangka waktu tertentu, TKA akan lebih mudah di-PHK dengan alasan habis masa kerjanya," ujar Sekretaris Jenderal OPSI Timboel Siregar, Rabu (6/1).
Hal itu berbeda jika dibanding dengan pekerja Indonesia yang bisa dikontrak dalam waktu tertentu, tapi tetap diatur dalam Pasal 59 UU 13 Tahun 2003. Bila pengusaha melanggar pasal tersebut, pekerja otomatis menjadi pekerja tetap.
Inilah alasan mengapa pengusaha akan lebih senang merekrut TKA dibandingkan pekerja Indonesia.
Kecenderungan lebih memilih untuk merekrut TKA di era MEA ini membuat lapangan kerja bagi tenaga kerja Indonesia yang terampil dan berpendidikan semakin sempit. "Artinya, potensi meningkatnya pengangguran terdidik akan semakin besar dan merupakan ancaman bagi bangsa Indonesia," katanya.
Timboel mengatakan, upaya pemerintah melakukan pelatihan wirausaha dan keterampilan kerja bagi 717.454 calon tenaga kerja adalah hal yang perlu diapresiasi.
Namun, upaya pemerintah tidak boleh berhenti pada pelatihan saja, tetapi harus ada pemberian modal kerja dengan bunga rendah serta akses bahan baku dan pasar yang lebih mudah.
Penggunaaan kredit usaha rakyat (KUR) harus diprioritaskan bagi wirausaha dan diupayakan bunganya sekitar 4 persen hingga 5 persen, bukan 9 persen seperti yang dicanangkan pemerintah untuk 2016 ini.