REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa hakim konstitusi nampaknya 'trauma' jika mendapat surat panggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab ada kesan di masyarakat jika ada tokoh publik atau pejabat yang dipanggil KPK, pasti tersangkut kasus hukum.
Hal itu disampaikan oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati. Ia mengaku trauma setelah berkali-kali mengalami pemanggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Terlebih, menurutnya sangat jarang orang yang telah menjalani pemeriksaan di KPK bisa lolos dari jeratan hukum.
"Dipanggil KPK bagi saya seperti geledek di siang hari. Runtuh semua. Jarang sekali kan orang yang sudah masuk ke KPK lolos dari jeratan hukum," katanya di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (6/1).
Maria menjelaskan, ia telah empat kali menjalani pemeriksaan di Gedung KPK. Karena ketidak jelasan pemanggilan dirinya dalam kapasitas apa, tak ayal membuat orang-orang terdekatnya menjadi khawatir.
"Semua kerabat, mahasiswa menanyakan perihal pemanggilan itu. Padahal, saya juga tidak tahu dipanggil sebagai apa," ujarnya.
Hakim Konstitusi lainnya, Anwar Usman juga mengeluhkan ketidakjelasan pemanggilan yang pernah dilakukan KPK terhadap dirinya. Anwar mengaku kerabatnya kaget mendengar adanya berita pemanggilan itu.
"Keluarga saya jatuh sakit, paman saya jatuh karena shock. Karena image kalau dipanggil KPK tidak akan lolos," ucapnya.
(Baca: MK Harap KPK Kirimkan Wakil Kompenten Saat Uji Materi UU KPK)
Menanggapi keluhan tersebut, Ketua KPK Agus Rahardjo berjanji akan memperbaiki cara kerja KPK yang dinilai masih kurang. Terutama status pemanggilan seseorang dalam pemeriksaan.
"Teman-teman yang dipanggil juga nanti statusnya harus diperjelas, ini dipanggil sebagai saksi, ini dipanggil sebagai teesangka," jelasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (6/1).
Pada kunjungannya kali ini, Ketua KPK, Agus Rahardjo mengeluhkan banyaknya tersangka tindak pidana korupsi yang mengajukan praperadilan.