REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) di bawah komando Achmad Sutjipto mulai menjalani program sebagai persiapan menghadapi Olimpiade Rio de Jeneiro 2016.
Langkah awal dilakukan tes medis kepada atlet yang didaftarkan induk-induk organisasinya (PB/PP) untuk menjalani pelatnas Olimpiade Rio De Janiero 2016 di Rumah Sakit Olahraga Nasional (RSON) Cibubur, Jakarta, Rabu (6/1).
Pada hari pertama ini, total ada 27 Atlet yang mengikuti sesi tes. Ke-27 atlet mengikuti tes medis, terdiri dari 11 atlet bulu tangkis, 12 atlet angkat besi, dan empat atlet taekwondo.
"Tadinya ada 32 atlet yang dipanggil menjalani tes, tapi tidak semua tidak bisa ikut karena alasan masing-masing," kata Ari Setyono, Direktur Eksekutif Satlak Prima Bidang Sport Science dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
(Baca juga: Lima Atlet tak Ikut Tes Medis Persiapan Olimpiade)
Tes Medis ini memang dilakukan tidak berbarengan kepada seluruh cabor yang telah memastikan lolos Olimpiade. Tidak semua cabor juga menggelar tes di RSON Cibubur. Ada cabor yang dites di PPITKON, ada juga di Unesa Surabaya.
Menurut Ari, program ini merupakan standar internasional untuk para atlet yang akan tampil di Olimpiade. Tujuannya, untuk mengetahui bagaimana kondisi terkini atlet dan apa yang dibutuhkan atlet ke depan agar performanya semakin maksimal.
"Kami akan ukur secara medis bagaimana kondisi atlet. Ini akan menjadi tolok ukur untuk menentukan langkah apa enam bulan ke depan yang harus dilakukan," katanya.
Dari tes ini, akan ada tiga langkah yang kemudian bisa diambil bagi atlet. Pertama, atlet dinilai layak dan bisa melanjutkan program tanpa perbaikan.
Kedua, atlet dinilai layak diproyeksikan untuk Olimpiade, tapi perlu ada perbaikan. Ketiga, atlet dinilai tidak layak sama sekali akibat cidera yang dialaminya.
"Dari hasil tes ini kita baru bisa menyusun program latihan yang benar-benar tepat sasaran. Kalau memang kondisi fisiknya tidak mendukung bisa digenjot dengan program latihan yang tepat dan kalau memang ada atlet yang cedera diberikan porsi latihan yang sesuai sembari menunggu kondisinya pulih."
"Kemudian, jika atlet yang mengalami cedera parah dan tak mungkin disembuhkan akan direkomendasikan menjalani penyembuhan lebih dulu," kata mantan deputi Kemenpora ini.
Lebih jauh Ari Setyono mengungkapkan seluruh atlet yang lolos tes medis tetap akan menjalani tes yang sama secara periodik tiga bulan sekali. Dengan demikian, progres latihan yang dijalani bisa diukur untuk lebih ditingkatkan.
Sementara itu, Ketua Seksi Preventif Sport Medicine dr Arie Soetopo menuturkan bahwa dalam tes medis ini, dilakukan cek lengkap. Mulai dari riwayat cedera, pemeriksaan fisik, cek laboratorium, sampai pemeriksaan kondisi gigi dan mulut.
"Dari seluruh tes ini, nantinya akan ada hasil evaluasi. Baru setelah itu bisa ditindaklanjuti apa yang harus dilakukan," kata dia.