REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menilai wajar jika Partai Golkar berkeinginan untuk merapa ke pemerintahan. Sebab menurutnya sejak awal Koalisi Merah Putih (KMP) , memang sulit untuk menjadi koalisi permanen.
Menurutnya, koalisi terbentuk tidak memiliki format yang absolut. Sifatnya hanya berjangka pendek dan dan dibuat secara mendadak tanpa ada kepastian format membuat koalisi akan terus menjadi satu.
"Pilpers 2004, 2009, dan 2014 juga sudah kelihatan, banyak yang bermain di tikungan," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (6/1).
Melihat kondisi jalannya politik Indonesia saat ini, Zuhro menyatakan, kewajaran jika terjadi perpindahan haluan partai dalam berkoalisi. Dalam kondisi tergoyangnya kesolidan KMP, ia menegaskan, ini seperti proses pengulangan dari proses pemerintahan.
"Memang selalu pemerintah berinisiatif mengundang yang berada di luar pemerintah," ujarnya.
Ia juga sudah dapat menduga sejak awal, bahwa koalisi yang terbentuk menjelang Pilpres 2014 tidak akan dalam keadaan tetap selamanya. Karena koalisi dibentuk pasti berlandaskan kepenting, sehingga menjadi wajar sifatnya berubah-ubah.
Zuhro mencontohkan dengan kondisi pemerintahan era Susilo Bambang Yudhoyono yang dalam segala kesempatan mencoba menarik Gerindra dan PDI P masuk dalam pemerintahan.
Maka, ia mewajari jika Presiden Joko Widodo juga membuka pintu lebar untuk merapatnya partai-partai pihak oposisi. Meski santer beredar Gerindra akan tertinggal sendirian di KMP, Zuhro menegaskan, belum seluruh partai terbaca menuju arah sana. Golkar dan PPP sebagai partai yang sedang menghadapi pertarungan internal sangat rentan merapat pada pemerintahan.
"Kalau PKS itu ya masih iya apa ngga," ucapnya.
PKS dinilai masih belum menunjukan sikap yang jelas untuk bergabung. Meski sebelumnya Presiden PKS Sohibul Iman sempat singgah ke Istana, Zuhro tidak meyakini itu menunjukan sikap politik dari PKS.