REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Raja Pemecutan Denpasar, Cokorda Pemecutan, tampil sebagai saski dalam kasus pensertifikatan tanah secara melawan hukum oleh BPN Denpasar. Dalam kesaksiannya Cok mengakui kalau tanah di Pulau Serangan dengan sertifikat nomor 59 hadiah dari Raja Pemecutan kepada warga Bugis yang tinggal di daerah itu.
"Tanah itu sudah diberikan kepada warga masyarakat setempat yang kebetulan suku Bugis sejak empat generasi sebelumnya," kata Cok dalam sidang di PN Depasar, Rabu (6/1).
Kesaksian Cok Pemecutan atau Manik Parasara disampaikannya dalam sidang yang dipimpin Ahmad Petensili. BPN Denpasar digugat karena mengeluarkan sertifikat tanah atas nama Maisarah di atas sebidang tanah seluas 9.800 meter persegi. Dalam sertifikat disebutkan bahwa tanah itu merupakan tanah kosong, padahal di atas tanah itu sejak berpuluh-puluh tahun sudah berdiri bangunan rumah dan juga bangunan masjid.
Gugatan terhadap BPN Denpasar dilakukan oleh 36 orang warga Kampung Bugis Pulau Serangan. Dalam gugatannya warga Serangan melalui kuasa hukumnya, Rizal Akbar Maya Poetra menilai bahwa BPN Denpasar telah melakukan perbuatan melawan hukum, dengan mengeluarkan sertifikat tanah bukan kepada pemiliknya.
"BPN mengeluarkan sertifikat tanah kepada Hj Maisarah pada 1992, padahal tanah itu bukan milik Hj Maisarah, melainkan milik warga masyarakat," kata Rizal.
Salah seorang warga Kampung Bugis Serangan, Drg Taha Anwar mengatakan, pensertifikatan tanah oleh Hj Maisarah baru diketahui warga belakangan ini, padahal sertifikatnya sudah dikeluarkan sejak 1992. Sebelumnya kata Taha, warga masyarakat tidak curiga. Namun karena Maisarah sering melarang warga membangun dan mengadukannya ke polisi, warga jadi curiga.
"Ternyata tanah yang sudah kami tempati sejak turun temurun sebagai hadiah dari Raja Pemecutan diklaim sebagai miliknya," kata Taha.