REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik asal Universitas Airlangga, Haryadi, menilai, penyelesaian konflik dualisme kepengurusan Partai Golkar berpangkal di mekanisme penyelesaian internal. Ia menilai, komunikasi politik antara kedua kubu, menjadi satu-satunya solusi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan konflik dualisme kepengurusan.
Haryadi mengakui, penyelesaian konflik dualisme pengurus Partai Golkar memang cukup rumit. Pasalnya, jika merujuk pada hasil Munas Riau 2009, baik Aburizal Bakrie dan Agung Laksono, sama-masa berada di dalam struktur pengurus.
"Itulah kenapa penyelesaian Partai Golkar menjadi lebih rumit dan abu-abu,'' kata Haryadi saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (6/1).
Untuk itu, ujar Haryadi, kedua pengurus Partai Golkar harus terus melakukan komunikasi-komunikasi politik guna bisa menyelesaikan konflik tersebut. Ini harus disesuaikan dengan Anggaran Dasar-Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) Partai Golkar, termasuk dengan bentuk mekanisme penyelesaian konflik tersebut, baik melalui Musyawarah Nasional atau Rapat Pimpinan Nasional.
Jika tidak kunjung mampu mengakhiri konflik, maka dikhawatirkan Partai Golkar tidak akan mampu bersaing di Pilkada. ''Lewat mekanisme apapun, konflik internal partai harus bisa diselesaikan, karena setidaknya pada Pilada 2015 kemarin, kinerja partai justru seperti tersandera oleh konflik partai,'' ujar Dosen Politik Universitas Airlangga itu.