REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IV DPR RI sekaligus Panitia Kerja (Panja) Asuransi Nelayan Herman Khaeron menargetkan asuransi untuk nelayan terlaksana maksimal pada pertengahan 2016. Ketika hal tersebut terealisasi, nelayan akan mendapatkan jaminan akan jiwanya selama setahun ketika melaut, serta memudahkan mereka dalam memeroleh pendanaan perbankan.
"Asuransi nantinya bisa menjadi garansi di bank, ia juga akan memberikan kemudahan ke nelayan dalam memeroleh akses pembiayaan, karena kalau terjadi sesuatu, asuransi meng-cover itu," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (6/1).
Asuransi nelayan saat ini tengah menunggu Amanat Presiden (Anpres) yang akan melakukan penunjukan kepada kementerian. Pembahasan tingkat I telah selesai berupa Rancangan Undang-Undang Perlindungan, Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam. Itu artinya inisiatif perancangan asuransi telah rampung diparipurnakan di tingkat DPR.
Namun, jika RUU tak kunjung disahkan serta Anpres belum keluar, asuransi nelayan tetap bisa dijalankan sebab sudah masuk dalam program afirmatif yang dicanangkan di KKP. Dasar hukumnya yakni peraturan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di mana pelaksanaan asuransi melibatkan negara.
Secara substansi, asuransi nelayan tidak berbeda jauh dengan konsep asuransi pertanian yang belum lama ini dilaksanakan. Asuransi nelayan akan mengacu pada UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. "Kita ingin memberikan hak yang sama bagi petani dan nelayan," ungkapnya.
Nantinya, selain berasuransi, nelayan yang jumlahnya sekitar lima juta jiwa juga akan dibuatkan kelembagaan khusus dan memiliki badan usaha milik nelayan. Model premi untuk asuransi belum disepakati, tetapi ia menyebut nanti modelnya tak jauh beda dengan asuransi pertanian, yakni 80 persen klaim asuransi dibayarkan oleh pemerintah, sisanya dibebankan ke nelayan.