REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikbud, Didik Suhardi mengatakan, anggaran pendidikan dan kebudayaan sangat terbatas. Jika tak melibatkan masyarakat tidak bisa mencapai kualitas pendidikan yang baik.
"Tanggung jawab pendidikan bukan hanya di pundak pemerintah, tetapi juga masyarakat. Kemampuan anggaran juga sangat terbatas, makanya kalau tidak melibatkan masyarakat tak bisa mencapai kualitas pendidikan yang baik," kata Didik, Kamis, (7/1).
Kemendikbud, terang dia, sudah melibatkan publik dalam berbagai hal terkait pendidikan. Antara lain membuka peluang melaporkan berbagai pelanggaran pendidikan yang diketahui oleh masyarakat.
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2016, pagu anggaran Kemendikbud sebesar Rp 49,23 triliun. Padahal tahun sebelumnya sebesar Rp 53,27 triliun.
Penurunan anggaran tersebut, terang Didik, disebabkan beberapa faktor. Antara lain fungsi pendidikan tidak hanya berada di pusat, namun juga diaplikasikan pada daerah masing-masing. Sehingga pagu anggaran dimasukkan dalam anggaran transfer daerah.
Anggaran fungsi pendidikan di kementrian, ujar dia, dialokasikan untuk belanja mengikat sebesar Rp 28,62 triliun. "Untuk belanja tidak mengikat atau kegiatan-kegiatan lainnya sebesar Rp 13,75 triliun," katanya, Kamis, (7/1).
Anggaran mengikat Kemendikbud yakni Kartu Indonesia Pintar (KIP), gaji dan operasional, tunjangan guru, ujian nasional (UN) dan akreditasi, beasiswa prestasi, sertifikasi, peningkatan mutu PTK, dan lainnya.
Sedangkan anggaran belanja tidak mengikat dalam kegiatan meliputi sarana prasarana wajib belajar 12 tahun, perencanaan pelaksanakan kurikulum di sekolah, penelitian, budaya dan bahasa, kursus dan pelatihan, pendidikan masyarakat, kompetisi dan lomba. (Kemendikbud: SMK Harus Berbasis Kebutuhan Wilayah).
Selain itu, untuk beasiswa guru, uji kompetensi guru, guru berkualifikasi S1/D4, PAUDISASI, beasiswa darmasiswa, pengembangan profesi tenaga didik, hingga sistem informasi pendidikan.