REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beban PT PLN (Persero) dalam pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt (mw) bisa berkurang. Dari 35 ribu mw, PLN mendapat tugas untuk membangun setidaknya 10 ribu mw pembangkit dan sisanya akan dibangun oleh perusahaan swasta.
Namun, jatah ini bisa dikurangi menjadi 5 ribu mw apabila PLN mengalami kendala finansial. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman mengatakan, hal ini bisa saja dilakukan apabila memang dipandang PLN dirasa tidak mampu mengejar target.
"Dulu kan kami berasumsi kemampuan PLN masih besar padahal di saat yang sama PLN harus bangun transmisi 46 ribu km. Kan butuh biaya besar juga," ujar Jarman, Kamis (7/1).
Ke depan, lanjut Jarman, PLN hanya akan dibebankan untuk membangun pembangkit peaker atau pembangkit pemikul beban puncak menggunakan bahan bakar gas, untuk daerah-daerah terpencil. Setelah berjalan, dengan infrastuktur yang lebih memadai bahan bakar gas akan diganti dengan energi baru terbarukan.
"Dengan listrik sudah masuk kan permintaa naik, nah jika permintaan naik akan ditutup dengan energi baru terbarukan," kata Jarman.
Manajer Senior Public Relations PLN Agung Murdifi menegaskan, penugasan PLN hingga saat ini masih sebesar 10 ribu mw. Belajar dari pengalaman sebelumnya dalam membangun program Fast Track Program (FTP) I dan FTP II, Agung yakin ke depan PLN bisa mencapai target.
Agung menyebutkan, dalam melaksanakan FTP I dan II, permasalahan utama adalah pembebasan tanah yang kerap kali terhambat. Kedua, lanjutnya, kontraktor-kontraktor yang tidak perform karena masalah keuangan, kehandalan dan kemampuan pengembang dalam membangun pembangkit Iistrik. Sedangkan masalah ketiga, menurutnya, adalah lamanya proses perijinan yang menyebabkan terganggunya proses konstruksi.
"Dan beberapa permasalahan diantaranya bermuara pada permasalahan hukum yang sama sekali tidak kita inginkan," kata Agung.