REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelusuran kasus malapraktik sering kali terhambat karena penolakan pihak keluarga untuk dilakukan otopsi kepada korban. Padahal, hasil otopsi berperan sangat penting untuk mengungkap sebuah kasus malapraktik.
Direktur Serse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Krishna Murti, mengungkapkan masalah utama pengungkapan kasus malapraktik, adalah saat keluarga korban tidak mengizinkan tindakan otopsi.
Menurutnya, tidak jarang korban malapraktik sudah dikuburkan oleh pihak keluarga, tanpa dilakukan terlebih dahulu otopsi oleh pihak yang berwenang. "Bahkan KDRT itu harus ada visum, apalagi malapraktik," kata Khrisna, Kamis (6/1).
Terkait kasus malapraktik yang menimpa korban Allya Siska Nadya, Krishna mengaku akan kembali meminta keluarga korban, untuk memberikan izin pembongkaran makam Allya. Pembongkaran itu tentu dilakukan untuk melakukan visum kepada Allya, demi mengumpulkan bukti tindakan-tindakan malapraktik yang terjadi di tubuh korban.
Krishna menjelaskan kasus malapraktik ini dilaporkan oleh ibu korban, Anisa Helmy, pada 12 Agustus 2015 atau enam hari setelah korban tewas. Setelah menerima laporan, pihak kepolisian telah melakukan sejumlah langkah penelusuran, seperti memeriksa sekitar 11 saksi, tiga saksi ahli dan telah mengumpulkan sejumlah fakta yang terkait kasus malapraktik.
Klinik First Chiropractic di Pondok Indah, Jakarta Selatan, telah dinyatakan tidak memiliki izin, serta tidak mencantumkan papan nama dan jadwal praktik. Dr. Randall Cafferty, dokter melakukan tindakan malapraktik, tidak memiliki dokumen dan dikabarkan sedang diberi sanksi di California, karena tindakan tidak profesional dan tersangka kejahatan.