REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid KH Syamsul Anwar mengungkapkan, dua pedoman utama untuk menasihati pemimpin termasuk presiden. Pertama, tidak boleh menyinggung. Ini berarti nasehat atau kritik kepada pemimpin harus disampaikan dengan cara yang baik dan santun. Kedua, kritik yang disampaikan harus disertai keterangan yang bersifat informatif, bukan keterangan menyesatkan apalagi provokasi.
Adapun inti nasehat yang diberikan hendaknya mengajak pemimpin untuk melaksanakan kepemimpinannya dengan jalan yang benar dan melaksanakan tugas serta amanah yang disampaikan kepadanya.
Kiai Syamsul menekankan bahwa kritik berbeda dengan cercaan. Dalam memberikan kritik masyarakat hendaknya tidak mencaci maki pemimpin. Sebuah kritik harus menunjukkan dengan tegas letak ketidaktepatan kebijakan yang dibuat oleh pimpinan dan disertai saran. Ini berbeda dengan cercaan yang merupakan bentuk kritik tanpa menyertakan solusi.
Kiai Syamsul mengatakan, sosok pemimpin ideal dalam Islam hendaknya dipilih oleh masyarakat. Ia juga wajib memiliki sifat yang amanah dan mempunyai kepekaan terhadap seruan hati nurani rakyat. Seorang pemimpin juga harus memiliki visi yang jelas. “Kalau dalam sudut pandang Islam tentu sesuai dengan ajaran Islam,” ujar dia saat dihubungi Republika, beberapa waktu lalu.
Rektor Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ) Jakarta Nasaruddin Umar menganalogikan pemimpin seperti halnya imam dalam sholat. Islam menyadari tidak ada manusia sempurna di dunia ini. Oleh karena itu, imam hendaknya dipilih dari orang terbaik yang ada dalam satu jamaah, di antara manusia yang memiliki kekurangan tersebut.