REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Empat badan usaha milik negara (BUMN) pertambangan, PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Timah Tbk, PT Timah Tbk dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) sepakat mengoptimalkan sumber daya dan keahlian yang dimiliki untuk menjadikan kelompok usaha pertambangan yang besar tidak hanya di Indonesia tapi juga global.
"Untuk menyatukan kekuatan BUMN Tambang itu, dibentuk Tim Komite Konsolidasi BUMN Pertambangan yang bertugas bertugas selama satu tahun mengkaji dan merumuskan berbagai kerjasama bisnis," kata Menteri BUMN Rini Soemarno, dalam MoU "BUMN Pertambangan, Sinergi dan Penyatuan Kekuatan Perusahaan", di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (8/1).
Menurut Rini, kesepakatan kerjasama tidak terbatas pada empat hal, meliputi teknologi informasi, logistik dan pengadaa, pengembangan SDM, potensi investasi, geological exploration, pengelolaan komiditas pertambangan dan sarana kesehatan.
Salah satu wujud sinergi tersebut adalah kerja sama antara Aneka Tambang dan Bukit asam dalam rangka pasokan tenaga listrik ke pabrik peleburan ferronikel milik Antam di Halmahera Timur.
Bukit Asam memasok batubara untuk pembangkit listrik berkapasitas 2x40 mw tersebut membutuhkan investasi berkisar 100 juta-150 juta dolar AS.
Rini menjelaskan, dalam konsolidasi tersebut ditekankan seluruh BUMN Tambang memanfaatkan hasil tambang menjadi produk akhir, dengan kata lain sinergi dari hulu hingga hilir.
"Perekonomian Indonesia salah satu yang masih lemah dalam industri manufaktur. Jadi, salah satu kekuatan yang masih ada saat ini adalah pertambangan. Meskipun harga komoditas ini menurun, tapi kekayaan alam masih banyak di negeri ini," ujarnya.
Dengan begitu tambah Rini, ke empat BUMN Tambang tersebut, harus betul-betul bersinergi memanfaatkan bahan baku yang dimiliki dan diproses menjadi produk akhir.
"Nilai tambah dari suatu produk pertambangan jika disinergikan bisa mencapai 8-10 kali lipat ketimbang dikelola sendiri-sendiri. Seringkali kelemahan kita di teknologi, namun bisa dilakukan dengan kemitraan, maupun membeli teknologi, sehingga bisa lebih maksimal," ujarnya.
Pada kesempatan itu Rini mengaku senang, karena para Direksi BUMN Tambang bisa duduk satu meja untuk membahas konsolidasi satu sama lain, tidak lagi berjalan sendiri-sendiri.
Ia mencontohkan, ke depan bauksit diharapkan bisa diproses jadi "grade alumina", dan akhirnya jadi produk akhir aluminium.
"Saat punya bahan baku, di sisi lain ada yang mampu mengolah, dan yang lainnya punya sumber bahan bakar batubara. Ini yang harus disinergikan untuk mencapai tujuan bersama," ujarnya.
"Sekarang seringkali kita lihat banyak proses pengolahan timah ada di negara ASEAN. Padahal ini tidak bisa terjadi, karena Indonesia merupakan pemilik bahan baku terbesar timah, maka kita harus yang menguasainya dari hulu hingga hilir," tegasnya.
Untuk itu tambah Rini, Komite Konsolidasi BUMN Pertambangan yang diketuai oleh Deputi BUMN Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Fajar Harry Sampurno, harus segera menindaklanjuti dan mempersiapkan konsolidasi BUMN Pertambangan tersebut.
"Awalnya, saya minta dua tahun sudah dibentuk perusahaan induk BUMN Pertambangan. Tapi sekarang saya tekankan dalam setahun atau sebelum akhir tahun 2016 perusahaan induk sudah terbentuk," ujarnya.