REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Densus 88 seringkali melakukan salah tangkap terhadap orang yang diduga teroris. Meskipun pihak Polri membantahnya.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menjelaskan, saat proses penangkapan, aparat akan menangkap semua orang yang di lokasi tersebut. Dengan kewenangan yang dimiliki, polisi berhak melakukan penyelidikan dengan waktu satu minggu.
"Sehingga kalau satu minggu tidak kita temukan ada pidana yang bisa kita tersangkakan, kita lepas," ujar Badrodin, di Mabes Polri, Jumat (8/1).
Dengan begitu, Badrodin menegaskan, tindakan yang dilakukan Densus 88 bukan salah tangkap. Badrodin pun menuturkan pemborgolan terhadap semua orang yang ditangkap sesuai dengan SOP.
Hal tersebut ditakutkan melakukan perlawanan. Polri siap bertanggung jawab terhadap orang yang menjadi korban salah tangkap oleh Densus 88 jika dinilai berdampak secara psikis maupun sosial.
"Ya silakan saja, siap merehabilitasi," ucap mantan Kapolda Jawa Timur itu.
Sebelumnya, pada 29 Desember 2015, Densus 88 menangkap empat orang di Solo karena diduga terlibat terorime. Namun, dua di antaranya tidak terbukti.
Kedua orang tersebut yaitu Ayom Panggalih dan Nur Syawaludin. Keduanya meminta pertanggungjawaban polri dengan melakukan rehabilitasi.