Jumat 08 Jan 2016 16:42 WIB

Perselisihan PPP Dinilai Sudah Selesai

Rep: Agus Raharjo/ Red: Ilham
Humphrey R Djemat (kanan).
Foto: Antara
Humphrey R Djemat (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly sudah mencabut Surat Keputusan (SK) pengesahan kepengurusah hasil muktamar VIII Surabaya. Dengan dicabutnya SK Menkumham ini, kubu kepengurusan hasil muktamar Jakarta menilai perselisihan internal PPP sudah selesai.

Alasannya, dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) sudah diputus muktamar yang sah adalah muktamar Jakarta dengan Ketua Umumnya Djan Faridz. Wakil Ketua Umum PPP hasil muktamar Jakarta, Humphrey Djemat mengatakan, seharusnya pascaputusan inkrah MA nasib PPP sudah selesai.

Menkumham harusnya menaati putusan kasasi perkara PPP pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mensahkan muktamar Jakarta. Dasar Menkumham mensahkan kepengurusan muktamar Jakarta sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Partai Politik dan UU Administrasi Pemerintahan.

Humphrey mengatakan, kepengurusan Jakarta sudah menang di pengadilan. “PPP masih saja digantung seolah-olah pertikaian belum selesai, pertikaian dibuat belum selesai, padahal perselisihan internal PPP telah selesai by the law,” kata Humphrey pada Republika.co.id, Jumat (8/1). (DPP PPP Bandung Gelar Rapat Tanpa Djan Faridz).

Humphrey menambahkan, akibat masih digantungnya nasib kepengurusan Jakarta ini, PPP mengalami banyak kerugian. Misalnya kesulitan menjalankan kegiatan kepartaian karena tidak adanya kepastian hukum dan menyebabkan konflik di internal makin panjang.

Kubu Djan meminta Menkumham segera mensahkan kepengurusan yang diajukannya. Harusnya, kata dia, tidak ada lagi alasan bagi Menkumham untuk tidak mensahkan kepengurusan hasil muktamar Jakarta.

Bahkan, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta sudah melayangkan surat pengawasan pelaksanaan putusan yang telah memeroleh kekuatan hukum tanggal 15 Desember 2015 lalu. Sebagai Menkumham, seharusnya paham dengan hukum yang sedang dijalani PPP ini. Bahkan, Menkumham juga seharusnya paham sistem konstitusional pemerintah kita berdasarkan atas sistem konsttusi (dasar hukum), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). “Ikuti saja putusan Mahkamah Agung yang sudah inkrah,” tegas dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement