REPUBLIKA.CO.ID, MUKOMUKO -- Aparat kepolisian bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) beberapa hari lalu menangkap pelaku penjualan kulit harimau Sumatra dari Taman Nasional (TN) Kerinci Seblat. Masih maraknya perburuan dan penjualan kulit serta tulang belulang Harimau Sumatra ini menunjukkan minimnya efek jera dari para pemburu dan penjual kulit Harimau Sumatra yang terancam punah ini.
Kepala Balai Besar Taman Nasional (TN) Kerinci Seblat, Tongkagie Arief mengatakan pada Jumat 8 Januari lalu pihak aparat kepolisian bersama TN Kerinci Seblat menangkap tangan tiga pelaku pemburu dan penjual kulit serta tulang benulang Harimau Sumatra di Kecamatan Penarik, Kabupten Mukomuko, Bengkulu.
"Ketiga pelaku tersebut adalah ayah, anak dan seorang lainnya. Sudirman bin Amirudin alias Yadang alias Buyung Gedang 52 tahun dan anaknya Zamdial alias Zam bin Sudirman 30 tahun. Serta Answar Anas alias Aan bin Madren 36 tahun," katanya kepada Republika.co.id, Ahad (10/1).
Barang bukti yang ditemukan berupa kulit harimau Sumatera yang berasal dari TN Kerinci Seblat dan tulang benulang Harimau Sumatra, beserta sebuah sepeda motor. "Pihak kepolisian bersama tim patroli Harimau Sumatra sudah hampir dua tahun memantau para tersangka ini, pada 27 Desember kita mendapatkan info mereka beraksi. Dan 29 Desember akan melakukan transaksi," katanya.
Baru pada Jumat 8 Januari lalu, ketiganya ditangkap tangan sedang memperdagangkan kulit Harimau dan tulang benulang ini. Ketiga pelaku ini melakukan perburuan dan perdagangan selain di Bengkulu juga ke Jambi, Sumatra Barat dan Riau. Kini mereka telah dilakukan penahanan guna proses penyidikan di Polres Mukomuko.
Atas penangkapan ini, Direktur Jenderal Penegakkan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan ini menunjukkan belum adanya kesadaran dan efek jera perlindungan di masyarakat terkait satwa yang dilindungi. "Karena itu kita akan ketatkan operasi dan penindakan di lapangan untuk melindungi keanekaragaman hayati kita," ujarnya.
Selain penindakan dan operasi, KLHK juga akan mengusulkan revisi Undang Undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Revisi ini penting agar ada hukuman yang mampu memberikan efek jera di masyarakat. Karena selama ini hukuman yang diberikan hakim sangat minimum, jauh dari efek jera di masyarakat.