REPUBLIKA.CO.ID, COLUMBIA -- Awal pekan lalu, Dolce & Gabbana menyita perhatian dunia setelah merilis koleksi abaya dan hijab di sejumlah negara tertentu. Tapi, D & G adalah bukan satu-satunya rumah mode yang memasuki pasar busana muslim.
Dilansir dari Newsy, Senin (11/1), tahun lalu bisa dibilang telah membuat busana Islam masuk jalur mainstream setelah H & M merekrut model Muslim yang mengenakan jilbab dalam kampanye video mereka. Merk-merk ternama seperti Monique Lhuillier, Tommy Hilfiger, dan DKNY juga meluncurkan koleksi Ramadhan.
Hijab, yang konon sudah ada sejak tahun 13 SM, diyakini menyimpan simbol agama dan budaya. Kendati demikian, tidak mungkin satu-satunya tujuan dari perusahaan-perusahaan ini adalah untuk mempromosikan kesadaran budaya.
Industri fesyen Islam telah meningkat pesat. Beberapa pengamat memperkirakan, pada tahun 2020, industri fesyen Islam akan bernilai sekitar 327 miliar US dolar. Angka itu menandakan ada peningkatan sekitar enam persen tiap tahun dalam industri tersebut.
Menurut beberapa ahli, peningkatan yang stabil ini merupakan sebuah pengecualian di tengah tren industri fesyen pada umumnya. Industri fesyen dunia saat ini justru tengah turun akibat resesi ekonomi di seluruh dunia.
Koleksi hijab Dolce & Gabbana tidak hanya di Amerika Serikat, tapi tersedia di pusat-pusat mode dunia seperti Paris, London, Milan, dan Munich.
Apresiasi terhadap koleksi terbaru D & G merebak di mana-mana, tak terkecuali di negara-negara Muslim. Tapi, busana ini juga tak lepas dari beberapa kritik. Beberapa abaya dinilai terlalu mempertontonkan kaki si pemakai dibanding abaya tradisional akibat guntingan pola dan kain yang tipis.
Yang lain berpendapat model busana tersebut kurang terlihat Timur Tengah. Mereka kecewa karena siaran pers D & G mengatakan ingin menceritakan "sebuah kisah visual yang memikat tentang keanggunan dan keindahan yang luar biasa dari wanita Arab."