REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jabar meminta DPRD Jabar dan pemerintah provinsi (pemprov) untuk membuat peraturan daerah (perda) yang baru soal Kawasan Bandung Utara (KBU). Sebab, itu lebih dibutuhkan ketimbang merevisi Perda Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang KBU.
Direktur Walhi Jabar Dada Ramdan mengaku telah mempelajari berkas rancangan perda (raperda) yang menjadi dasar materi yang akan direvisi tersebut. Menurut dia, perda itu sudah tidak relevan lagi untuk direvisi. Upaya merevisi perda tersebut justru akan mengecilkan luas wilayah yang termasuk KBU.
Contohnya, jika mengacu pada reperda pengendalian KBU yang kini tengah dibahas di dewan, itu terdapat 14 desa atau kelurahan yang dikeluarkan dari cakupan wilayah KBU berdasarkan perda tahun 2008 yang sudah ada.
“Ini artinya akan mengurangi fungsi resapan. Karena, ini bisa dibangun hutan beton (bangunan), bukan dilindungi dari alih fungsi lahan,” tutur Dadan, Senin (11/1).
Baca: Revisi Perda KBU Masuk Agenda Propemperda 2016)
Ia juga menilai perlu ada perda baru tentang penataan dan perlindungan KBU. Perda baru yang diusulkan ini bukan hanya memperketat pengawasan, tetapi lebih dari itu, yaitu melindungi KBU sebagai daerah resapan. Ini mengacu pada kaidah tata penataan ruang, aspek perencanaan, dan pemanfaatan lebih didahulukan ketimbang pengendalian.
Dalam perda yang diusulkannya, pun ada aspek pengendalian dan pemanfaatan sehingga akan lebih ketat. Sebab dalam perda 2008 itu, meski ada sanksi yang bisa dijatuhkan, tapi tidak menjamin penataan KBU, sehingga masih lemah. “Harus jelas substansinya,” ujar dia.
Menurut dia, kebijakan yang dibikin itu seharusnya tidak hanya mengutamakan pengendalian, tapi juga perencanaan dan pemanfaatan. Dalam perencanaan ini, nantinya ada model zonasi terkait wilayah yang betul-betul harus diselamatkan. Dadan menilai, saat ini hanya lebih ke teknis, bukan aturan pokok.
Dadan pun berharap dewan tidak buru-buru mengesahkan raperta tersebut, karena masih perlu ada kajian tata ruang yang multidisiplin. Menurutnya, banyak kajian yang belum sempurna dalam raperda yang tengah dibahas.
Misalnya, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Bandung Utara yang belum rampung dibuat. Kemudian, beberapa penyimpangan yang terjadi di KBU pun tidak dimunculkan dalam raperda itu. Artinya, lanjut dia, raperda tersebut masih banyak memiliki kelemahan dari sisi penyusunan dan substansinya.
Untuk bangunan yang sudah banyak dibangun di KBU, itu harus selalu diawasi. Tak kalah penting, perlu diaudit dari sisi perizinan dan bangunannya. Hal inilah yang menurutnya pemprov terbilang lemah. “Kabupaten/kota juga enggak ada itikad untuk mengendalikan,” tutur dia.