Selasa 12 Jan 2016 01:48 WIB

IPW Desak Kasus Polisi Salah Tembak Segera Diusut

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Esthi Maharani
Ketua Presidium IPW Neta S Pane
Ketua Presidium IPW Neta S Pane

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Police Watch (IPW) meminta Komnas HAM dan Propam Polri menurunkan tim untuk mengusut kasus tertembaknya sejumlah warga di Ternate, Maluku Utara. Penembakan itu terjadi saat aparat kepolisian membubarkan bentrokan antar dua kelompok pemuda di Jalan Baru Toboko Pantai, Ternate pada 10 Januari 2016 kemarin.

"Komnas HAM dan Propam Polri tidak boleh mendiamkan kasus penembakan ini sebab penembakan itu sudah menyebabkan dua orang tewas dan tiga luka luka," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane kepada Republika, Senin (11/1).

Para korban adalah DR alias Dedy (28) dan ZH alias Kifli (23). Mereka tewas tertembak setelah polisi melepaskan tembakan saat membubarkan bentrokan dua kelompok pemuda. Korban lainnya yaitu Nasrun, Fitra, dan Fadli menderita luka tembak dan dirawat di RSUD Chasan Boesoirie. Akibat peristiwa ini warga memblokir kawasan itu sebagai protes terhadap ulah polisi yang melepaskan tembakan ke arah warga.

Menurut Neta, warga juga sempat melihat ada sejumlah selongsong peluru di tempat kejadian. Namun Kapolres Ternate AKBP Kamal Bahtiar secara resmi mengatakan bahwa polisi di lapangan tidak ada yang menggunakan peluru tajam, aparat kepolisian hanya dipersenjatai peluru karet.

Neta menilai penanganan aksi massa yang menggunakan peluru karet sekali pun adalah tindakan yang melanggar SOP (Standar Operasional Polri). Sebab sesuai SOP, aksi massa harus dikendalikan sesuai tingkatannya, mulai dari negosiasi, penggunaan water cannon, gas air mata, dan terakhir peluru karet.

"Dalam kasus Ternate tidak ada penggunaan water cannon dan gas air mata, massa langsung dihadapi dengan tembakan," kata Neta.

Neta memaparkan aksi penembakan ini adalah pertama kalinya terjadi di tahun 2016. Namun, di tahun-tahun sebelumnya, aksi polisi koboi dan polisi salah tembak cukup marak terjadi.

Secara umum, Neta menjelaskan, aksi koboi koboian polisi di 2015 tergolong naik dibanding 2014. Melihat fenomena polisi koboi ini, Neta mengatakan Kapolri perlu terus menerus mengawasi secara ketat kinerja aparatnya, terutama dalam penggunaan senjata api, apakah sudah sesuai SOP atau belum.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement