REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung berencana memeriksa Komisaris PT TDM Aset Manajemen dan Pasar Modal Harmanto Tanidjaja terkait dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile8 Telecome Tbk (Smartfren).
"Sampai sekarang penyidik masih menunggu kehadiran yang bersangkutan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Amir Yanto di Jakarta, Senin (11/1).
Tetapi, Kejakgung diminta tidak gegabah dalam mengusut dugaan kasus pajak berkaitan dengan korporasi atau institusi bisnis. Dalam kasus seperti itu, kejaksaan jangan terlalu mudah menerapkan pasal-pasal dalam beleid tindak pidana korupsi. Termasuk dalam kasus restitusi pajak PT Mobile 8 Telecome Tbk.
Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai, dalam kasus Mobile 8, Kejakgung dinilai tidak memiliki kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan.
Menurut Yustinus, ranah yang bisa ditangani jaksa berkaitan dengan tindak pidana korupsi, misalnya yang dilakukan pegawai pajak. Namun, dalam kasus restitusi pajak, pihak yang berwenang menyidik adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perpajakan.
"Jadi, kasus seperti Mobile 8 tidak bisa dimasukkan dalam domain kasus korupsi," katanya.
Kedua, kalaupun masalah restitusi ini dikembalikan ke Direktorat Jenderal Pajak dan kemudian diduga ada indikasi pidana, proses penyidikannya pun bertahap. Sementara untuk restitusi pajak Mobile 8, Ditjen Pajak menilai sudah tidak ada masalah.
Dari dokumen yang ada, Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB) telah memeriksa komprehensif restitusi pajak yang diajukan Mobile 8. Hasil pemeriksaan itu dituangkan dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKP-LB), Pajak Penghasilan yang diteken oleh Kepala KPP PMB.
Dalam SKP LB bernomor 00059/406/07/054/09 Tahun 2007 Tanggal Penerbitan 13 Maret 2009 ditetapkan jumlah PPh Mobile 8 yang lebih bayar senilai Rp 12.239.025.011.
Kemudian, Mobile-8 juga menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKP-KB) Pajak Penghasilan pasal 21, 23, 4 ayat 2 dan 26 dengan jumlah Rp 1.490.868.666. Dengan demikian, pengembalian bersih atas lebih bayar tersebut sebesar Rp 10.748.156.345.
Selain itu, Mobile-8 juga menerima SKP Kurang Bayar (SKP-KB) Pajak Penghasilan pasal 21, dan 26 dengan jumlah Rp 10.373.785.873, sehingga tidak ada pengembalian atas lebih bayar tersebut.
Dua SKP itu pun hingga 8 Januari 2016 tidak ada koreksi sehingga SKP-LB tersebut dianggap sudah benar adanya. Berdasarkan Penjelasan pasal 8 ayat 1 (a) UU nomor 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga UU nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, jika dalam 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak tidak ada koreksi dari Direktorat Pajak, maka Surat Pemberitahuan Pajak dianggap benar.
Yustinus menjelaskan jika ada kasus pidana dalam perpajakan, PPNS pun harus melalukan pemeriksaan awal lebih dulu. Semacam pengumpulan bukti awal dalam proses penyelidikan tindak pidana di kepolisian atau kejaksaan.
Seandainya ditemukan bukti permulaan yang cukup, pembayar pajak juga masih diberi kesempatan untuk membayar denda administrasi. "Pajak kan prioritas di penerimaan negara, saya kira harus ditempatkan dahulu di Ditjen pajak," katanya.