Selasa 12 Jan 2016 07:41 WIB

Stasiun Televisi Turki Diduga Sebarkan Propaganda Teroris

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Winda Destiana Putri
Terorisme
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Terorisme

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Aparat kepolisian Turki menyelidiki sebuah stasiun televisi setempat karena diduga menyebarkan propaganda teroris.

Kejadian bermula ketika stasiun televisi tersebut menayangkan suara penelepon berisi kritikan terhadap tentara Turki.

Menurut si penelepon, tentara Turki telah membunuh bayi yang belum lahir, anak-anak, dan ibu-ibu selama terjadi protes di daerah bermayoritas Kurdi.

Jaksa Turki  mengatakan mereka telah membuka penyelidikan terhadap program Beyaz Show yang disiarkan stasiun Kanal D pada Jumat malam.

Kepolisian juga akan menyelidiki produser program dan presenter yang memungkinkan penelepon wanita itu mengudara.

Penelepon tersebut bernama Ayse Celik dari kota yang didominasi kelompok Kurdi, Diyarbakir. Dia mengajak masyarakat angkat suara soal pembunuhan bayi yang belum lahir bayi, anak-anak dan ibu-ibu.

"Apakah Anda menyadari apa yang terjadi di timur Turki?. Orang-orang berjuang dengan lapar dan haus, khususnya anak-anak. Harap kalian sensitif dan tidak tinggal diam. Milikilah semacam sensitivitas sebagai manusia," ujar Ayse seperti dilansir dari Middle East Eye, semalam.

Kanal D merupakan stasiun televisi milik Dogan Group, salah satu konglomerat terbesar Turki. Menanggapi hal tersebut, Kanal D menyangkal program tersebut telah menyiarkan propaganda teroris.

"Stasiun televisi kami selalu berdiri bersama negara melawan terorisme. Kami sangat sedih menjadi sasaran provokasi," tulis Kanal D dalam pernyataannya.

Konflik dengan militer terjadi saat kampanye Partai Pekerja Kurdistan (PKK) di kota bermayoritas Kurdi di tenggara Turki. Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu berjanji akan 'membersihkan' PKK dari para separatis. Pada pertengahan Desember 2015, pemerintah mengirim 10 ribu tentara untuk membantu meredam kerusuhan yang terjadi.

Jaksa Diyarbakir juga telah membuka penyelidikan terhadap guru Ayse yang dicurigai membuat propaganda teroris. Menurut mereka, hanya ada tiga guru di Diyarbakir bernama Ayse (nama yang sangat umum di Turki) dan tidak satupun dari mereka yang nampaknya menjadi si penelepon.

Para netizen sepertinya membela perempuan tersebut. Ini terbukti dari hashtag #Ayseogretmenyalnizdegildir yang artinya Guru Ayse, Anda tidak sendirian.

Pemimpin Partai Rakyat Demokratik ProKurdi, Selahattin Demirtas membela produser stasiun televisi dan penelepon. Dia mengatakan apa yang dilakukan penelepon adalah untuk memberi pesan perdamaian.

"Ini adalah mekanisme negara yang sengaja diatur agar pembuat program dihukum dan wanita ini dikejar," kata dia.

Turki telah lama dikritik karena perlakuannya terhadap wartawan. Wakil Ketua Partai Republik Rakyat Sezgin Tanrikulu mengatakan 800 wartawan ditembak di Turki tahun lalu, sementara 156 orang ditahan.

Sekitar 500 tindakan hukum juga diambil terhadap wartawan oleh otoritas peradilan. Turki berada di peringkat 149 dari 180 negara dalam indeks kebebasan pers yang disusun Reporters Without Borders.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement