REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat dan Korea Selatan sedang membahas pengerahan aset strategis AS setelah uji coba nuklir Korea Utara pekan lalu. Namun tidak mengirimkan senjata nuklir AS ke Korsel.
"Amerika Serikat dan Korea Selatan terus dan erat berdiskusi tentang penyebaran tambahan aset strategis," kata juru bicara Kim Min-seok.
Hal ini dilakukan setelah Korut melakukan uji coba bom hidrogen Rabu lalu yang membuat AS dan Cina marah. Meski ahli meyakini ledakan hanya uji coba atom biasa, bukan bom hidrogen yang berkemampuan lebih besar.
Menanggapi uji coba tersebut, AS mengirim bomber B-52 berkemampuan nuklir yang berbasis di Guam terbang rendah di atas Korsel. Surat kabar Korut Rodong Sinmun yang merupakan corong Partai Pekerja yang berkuasa melaporkan AS membawa situasi ke ambang perang.
Sementara itu di Washington, pejabat AS sedang mendiskusikan penggelaran seluruh jajaran aset. Tetapi lebih kepada mengirimkan pembom berkemampuan nuklir dibanding membawa senjata nuklir AS ke Korsel untuk pertama kalinya setelah seperempat abad.
Mantan Presiden AS George H.W. Bush memutuskan pada 1991 untuk menarik senjata nuklir AS dari Korsel. Menaruh senjata nuklir kembali di Korsel, katanya akan memberanikan kepemimpinan Korut untuk lebih berkomitmen mengejar kemampuan senjata pemusnah massal. Hal itu akan memberi Korut alasan yang sangat nyaman untuk melakukannya.
"Dengan cepat bisa meningkat menjadi perlombaan senjata, perlombaan senjata yang sangat berbahaya di kawasan itu," ujar pejabat AS yang enggan menyebutkan namanya. Cina menyerukan semua pihak untuk menghindari peningkatan ketegangan.
"Kami berharap semua pihak dapat menahan diri, bertindak hati-hati dan menghindari menigkatkan ketegangan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Hong Lei ketika ditanya tentang penerbangan AS B-52.