REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Iu Rusliana
Sungguh sangat mudah menilai orang lain, namun untuk jujur tentang diri sendiri, sukar rasanya. Benteng penghalang bernama keangkuhan terlalu kokoh untuk dirobohkan. Rendah hati mengakui kekurangan dan kesalahan langka ditemukan.
Begitulah sifat umum sebagian dari kita karena kebeningan jiwa dan tekad untuk terus memperbaiki diri tidak menyertai. Iri, dengki, dan segenap penyakit hati kerap menguasai, padahal itu sumber segala dosa.
Rasulullah SAW pun mengingatkan, “Tiga hal yang merupakan sumber segala dosa, hindarilah dan berhati-hatilah terhadap ketiganya. Hati-hati terhadap keangkuhan karena keangkuhan membuat Iblis enggan bersujud kepada Adam, dan hati-hatilah terhadap tamak (rakus) karena ketamakan mengantar Adam memakan buah terlarang, dan berhati-hatilah terhadap iri hati karena kedua anak Adam (Qabil dan Habil) salah seorang di antaranya membunuh saudaranya akibat dorongan iri hati,” (HR Ibn Asakir melalui Ibn Masud).
Karena tiga penyakit hati itu pula, kita terlalu sibuk memperhatikan orang lain, lupa dan tak sadar tentang diri sendiri. Mengkritisi diri merupakan ciri kearifan, pembersih tempelan dosa di beningnya jiwa.
Sungguh malang mereka yang sibuk menilai orang, menyalahkan dan menghakimi seolah dirinyalah yang paling benar. Kita harus sepenuhnya lebih melihat ke dalam diri, mempelajarinya, mengikuti mata batin suci (nurani) yang selalu menuntun kepada kebenaran.
Bila telah mengenali diri maka kita akan mengenal Tuhan. Allah SWT berfirman, “Padahal, mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus,” (QS al-Bayyinah: 5).
Murnikanlah ketaatan kita kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, bukan kepada tuhan-tuhan kecil yang menjadi berhala. Dengan mengenal Tuhan, akan menyadarkan kita terhadap peran serta fungsi hidup di dunia.
Mengenali diri juga bermakna bahwa harus diimani seratus persen tentang adanya pengadilan yang dijamin keadilannya. Bilapun di dunia ini Anda merasa terzalimi maka tak harus membalasnya.
Pasrahkan segalanya kepada Allah SWT. Iman kepada qadha dan qadar serta Hari Akhir menjadi kekuatan utama dan bila itu yang ditempuh, bahagia dunia akhirat akan dialami senyata-nyatanya. Tak perlu simpan dendam, risau karena tak mampu melawan mereka yang zalim kepada kita.
Sungguh, tak ada satu hal kecil pun yang tak diketahui-Nya dan tidak dicatat oleh malaikat-Nya. “Tiada satu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir,” (QS Qaaf:18).
Sebagai manusia, maafkanlah, dan berjanjilah kita takkan melakukan tindakan yang sama seperti kezaliman mereka kepada kita. Perenungan untuk mengenali diri harus dijadikan kebiasaan harian. Kalau kita juga sakit hati, tentu saja orang lain jika diperlakukan seperti ini pun sangat sakit.
Firman Allah, “Tetapi, orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS as-Syuura:43).
Sungguh bahagia mereka yang setiap waktunya disibukkan untuk menyesali setiap dosa, terus memohon ampun dan memperbaiki diri untuk lebih baik. Mereka akan dipenuhi oleh kebaikan dan tak ada ruang untuk bergosip ria, iri, dan bergibah.
Rasulullah SAW bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada. Tutuplah keburukan itu dengan amal kebaikan, niscaya kebaikan tadi akan menghapus keburukan dan gaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Tirmidzi).
Mari habiskan waktu dengan kebermanfaatan. Belajar, bekerja, beribadah, dan menunaikan segala kewajiban sebagai hamba-Nya serta memakmurkan bumi ini sebaik mungkin. Pastikan bekal kebaikan untuk kehidupan yang abadi lebih dari cukup. Wallahu alam.