REPUBLIKA.CO.ID, Pada suatu ketika, anak panah menembus kaki Ali bin Abi Thalib. Sebuah anak panah pernah menembus kaki beliau hingga mengenai tulangnya. Meski telah diusahakan untuk mencabut, namun tidak kunjung berhasil.
Satu-satunya cara untuk mencabutnya adalah dengan menusukkan anak panah tersebut sampai benar-benar tembus, kemudian mematahkan ujungnya. Barulah panah itu bisa dicabut, seperti dikisahkan dalam Tafsir Kasyf al-Asrâr Maibadi.
Ali bin Abi Thalib pun meminta agar anak panah tersebut dicabut ketika ia tengah menunaikan shalat Ashar. Benar saja, ketika menantu Rasulullah itu tengah khusyuk dengan shalatnya, seorang tabib datang untuk mencabut anak panah itu. Sedangkan Ali bin Abi Thalib sama sekali ia tak merasakan kesakitan. Tatkala beliau memberikan salam, Ali langsung berujuar, “Sekarang lukaku agak ringan.”
Khusyuk seperti inilah yang tak ingin dilewatkan para sahabat ketika shalat. Kenikmatan 'bercakap-cakap' dengan Allah telah menjadi penawar dari segala bentuk kesakitan. Jika sakit yang nyata seperti tertusuk panah saja bisa lenyap dengan shalat, apalagi dengan sakit ruhani.
Hati yang tidak tenang, pikiran yang buntu, dan jiwa yang ada dalam kegalauan. Shalat dengan khusyu'lah yang menjadi penawar semua itu. Ketika mengadukan semuanya kepada Allah, maka segala persoalan pasti akan diselesaikan oleh Yang Maha Kuasa. Pantas saja Allah berfirman, "Minta tolonglah kalian dengan sabar dan shalat. Namun yang demikian itu sungguh berat, melainkan bagi orang-orang yang khusyuk," (QS.al-Baqarah: 153).
Khusyu' bukan berarti lupa segala-galanya. Seperti didefenisikan Imam Ibnu Rajab, khusyuk berarti kelembutan, ketenangan, ketundukan, dan kerendahan diri dalam hati manusia kepada Allah SWT. Intinya, seorang hamba menyadari bahwa ia tengah berkomunikasi dengan Allah. Ketahuilah, di akhirat nanti, kenikmatan terbesar seorang hamba ketika menemui Rabb mereka di surga. Bagaimanakah kiranya, ketika mereka bisa merasakan itu di dunia?