Selasa 12 Jan 2016 09:16 WIB

Mengapa Dua Shalat Berjamaah dalam Satu Masjid Diharamkan?

Rep: Hannan Putra/ Red: achmad syalaby
Shalat Tahajud Berjamaah (ilustrasi)
Foto: Antara
Shalat Tahajud Berjamaah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Pernahkah anda dapati di sebuah masjid ada dua shalat berjamaah yang dilaksanakan dalam waktu bersamaan? Anda pun kebingungan, jamaah manakah yang harus anda ikuti. Anda bertanya-tanya, imam manakah yang lebih absah kepemimpinannya diantara dua kubu shalat berjamaah tersebut? Pertanyaan yang lebih mendasar, apakah diperbolehkan membuat dua jamaah shalat dalam satu masjid?

Perkara ini dibahas secara lugas dalam Tafsir Al Qurtubi Jilid 8 halaman 257. Imam Qurtubi menyebutkan, "Tidak diperbolehkan membuat dua jamaah shalat dalam satu masjid dengan dua imam. Ini menyalahi seluruh pendapat para ulama."

Seluruh ulama sepakat akan keharaman membuat dua shalat berjamaah dalam satu masjid. Imam Malik secara tegas mengatakan, "Tidak boleh ditegakkan dua shalat berjamaah dalam satu masjid."

Secara logika, dua jamaah shalat dalam satu masjid menggambarkan perpecahan umat Islam. Jika ada dua kubu kepemimpinan dalam satu tempat, tentu satu sama lain akan bertikai. Satu imam akan membaca surat al Fatihah dan ayat Alquran akan beradu suara dengan bacaan imam yang lain.

Demikian  suara takbir imam yang satu akan beradu dengan suara takbir imam yang satunya lagi. Intinya, akan ada dua instruksi dari dua imam yang berbeda kepada jamaahnya. Inilah gambaran perpecahan umat Islam dalam shalat. Jika dalam shalat saja umat Islam sudah berpecah-belah dengan dua kubu shalat berjamaah, apalagi nantinya di luar shalat. Tentu perpecahan umat Islam akan semakin nyata. 

Shalat berjamaah adalah cerminan kehidupan Islami yang dituntunkan syariat. Semua aspek dalam shalat berjamaah merupakan cerminan kehidupan umat Islam. Seperti merapatkan dan meluruskan shaf, bermakna merapatkan silaturrahim dan meluruskan visi. Demikian juga dilarang bagi makmum untuk mendahului gerakan imam. Para makmum harus mengikuti imam setelah takbir dibacakan.

Maknanya, dalam realitas kehidupan sehari-hari umat Islam tidak boleh lancang main hakim sendiri sebelum ada kebijakan pemimpin. Jika seorang pemimpin memerintahkan rakyatnya, maka wajiblah bagi rakyat untuk mengikuti. Seorang pemimpin juga mencontohkan apa yang ia suruh dengan melakukannya terlebih dahulu sebelum para makmum mengikutinya. 

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement