Selasa 12 Jan 2016 14:00 WIB

Menteri Susi: Budi Daya Mutiara Indonesia Dimiliki Asing

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, ekspor ilegal mutiara Indonesia cukup marak dilakukan. Ini membuat nilai perdagangan mutiara Tanah Air kecil bila dibandingkan dengan luas laut yang ada.

Berdasarkan data yang ada di KKP, pada 2014, nilai perdagangan mutiara Indonesia adalah 28,7 juta dolar AS, jauh lebih kecil dibandingkan Hong Kong yang mencapai 1,16 miliar dolar AS.

"Budi daya mutiara di Indonesia, terutama di Indonesia Timur, lazim dimiliki orang-orang asing dan sedikit sekali mempekerjakan warga lokal. Banyak dari mereka yang melakukan ekspor ilegal sehingga negara tidak mendapatkan apa-apa dari mutiara yang berasal dari laut kita sendiri," ujar Susi, Selasa (12/1).

Dia melanjutkan, Indonesia cenderung hanya dijadikan tempat pengambilan sumber daya alam mentah. Terkait mutiara untuk ekspor ilegal, Susi mengetahui bisnis ini dilakukan di daerah-daerah pedalaman yang tidak bisa dijangkau sembarang orang.

(Baca: Indonesia Gagalkan Ekspor Ilegal Mutiara Rp 45 Miliar)

Susi pun berjanji akan mendalami modus-modus ilegal ini dan memeriksa semua izin terkait budi daya mutiara di Indonesia. "Saya tahu tipe-tipe bisnis mutiara ini dilakukan di tempat terpencil dan cenderung tertutup. Saya akan mendalami izin-izin mereka ini bagaimana," kata dia.

Bukan hanya mutiara, tutur Susi, beberapa hasil laut dan perairan Indonesia yang juga diekspor secara ilegal, tetapi sering luput dari perhatian, adalah lobster dan ikan sidat.

Atas hal ini, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi berjanji bersama Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan KKP akan terus melakukan pengawasan atas ekspor dan impor hasil-hasil laut dan perairan Indonesia.

"Hasil industri laut dan perikanan Indonesia harus bisa kita nikmati sendiri," kata Heru.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement