REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina ingin mengembangkan hubungan pertahanan dan anti-terorisme yang lebih dalam dengan dunia Arab, termasuk latihan bersama dan pelatihan intelijen.
Dalam dokumen kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri Cina, Rabu (13/1), Cina berharap dapat meningkatkan kunjungan militer, kerja sama teknis di persenjataan dan latihan bersama.
Cina telah menjual senjata ke negara-negara Arab. Kendati begitu, hubungan Cina dengan militer di kawasan itu secara tradisional jauh lebih rendah daripada Amerika Serikat, Inggris maupun Prancis.
"Lanjutan untuk mendukung militer dan konstruksi pertahanan dengan negara-negara Arab, memelihara perdamaian regional," kata Kementerian itu.
Pada Desember, Cina mengesahkan undang-undang anti-terorisme yang memungkinkan militer untuk ke luar negeri dalam operasi melawan terorisme. Meski para ahli menganggap Cina menghadapi masalah-masalah praktis dan diplomatik besar jika melakukan hal tersebut.
Cina juga memiliki kekhawatiran sendiri, terutama dari Muslim Uighur yang tinggal di wilayah Xinjiang. Cina mengatakan, beberapa Uighur telah melakukan perjalanan ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan kelompok-kelompok militan di sana.
Pada November, ISIS mengatakan telah membunuh seorang warga negara Cina yang telah disandera di Timur Tengah. "Cina bersedia untuk memperdalam pertukaran kerjasama anti-terorisme dengan negara-negara Arab, mendirikan mekanisme kerja sama keamanan yang efektif dalam jangka panjang, meningkatkan dialog kebijakan dan pertukaran intelijen, pertukaran memiliki teknis dan pelatihan personil," kata Kementerian itu.