REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang tukang satai bernama Jamal (65) tetap membuka lapak dagangannya saat serangan teroris pada Kamis (14/1) kemarin. Pada saat itu, sekitar pukul 10.30 WIB, suara ledakan terdengar keras, sementara dia hanya diam dan terus menjaga dagangannya, meskipun orang-orang melarikan diri ke arah Jalan Agus Salim, Sabang, Jakarta Pusat.
"Saya melihat orang lari-lari, banyak polisi juga. Saya tidak takut karena jauh sekitar 200 meter. Pascakejadian, tidak ada yang makan. Namun, hanya berlarian," kata dia, Jumat (15/1).
Jamal mengatakan, saat itu dia menjaga dagangannya, dan yang ditakutkan hanya mereka yang berlarian menabrak sembarangan dagangannya. Sebelum serangan terjadi, Jamal mengatakan, pengunjung di sini setiap harinya tidak sebanyak kemarin.
"Kalau setiap hari omzet Rp 200 ribu-Rp 300 ribu. Namun, kemarin Rp 700 ribu," kata Jamal yang tempat tinggalnya di Jalan Jati Bunder, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Setiap harinya, dia harus jalan ke lokasi jualan dengan waktu 30 menit.
Jamal telah berdagang sejak 1974 di Jalan Agus Salim, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Sebelumnya, dia ingat pernah menjadi korban pelemparan pada saat Orde Baru pada 1998. Ketika itu, ia ingat bahwa ATM dijarah di Jalan Agus Salim, Sabang, Jakarta Pusat. Toko Robinson dijarah dan dibakar. Sementara itu, banyak orang meninggal, tapi ia tetap menjaga dagangannya.
"Harapan saya jangan seperti itu. Kasihan orang-orang," kata dia.
Kemarin, memang sejumlah teroris menyerang kedai kopi Starbucks dan pos polisi di dekatnya. Serangan tersebut membuat tujuh orang tewas dari pihak teroris, warga asing, dan warga Indonesia.