Sabtu 16 Jan 2016 19:44 WIB
42 Tahun Peristiwa Malari

'Presiden Jokowi Jangan Berharap pada Keajaiban'

Rep: agung sasongko/ Red: Muhammad Subarkah
Hariman Siregar
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Hariman Siregar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pendiri Indemo dan akivis gerakan demokrasi Hariman Siregar meminta Presiden Jokowi dapat menjalankan roda pemerintahannya secara terukur dan rasional.

Selain itu Presiden juga diharapkan agar tidak menyandarkan harapannya akan datangnya keajaiban yang bisa membuat keadaan negara menjadi lebih baik.

"Jangan berharap munculnya keajaiban seperti yang terjadi di masa muda kami, yakni di dekade 70-an, ketika mahasiswa membuat protes yang kemudian menimbulkan peristiwa lima belas Januari (Malari) di tahun 1974. Saat itu tiba-tiba Indonesia mendapat dana berlimpah akibat adanya booming harga minyak. Sekarang situasinya sudah beda meski kondisinya bisa dikatakan sama," kata Hariman pada peringatan ke-42 Peristiwa Malari, di Jakarta, Jumat (15/1) malam.

Hariman mengatakan, memang kondisi negara Indonesia saat ini masih sama dengan tahun 1970-an. Namun, situasinya kini sudah banyak berubah, misalnya tak ada lagi perang dingin. Untuk itu, Indonesia kini harus mandiri dan tak ada lagi kekuatan yang bisa menopangnya lagi seperti era tersebut.

"Demokrasi kita dianggap sudah mapan. Komunis sudah tak lagi jadi ancaman. Jadi kita harus berdiri sendiri dan mengurus masalahnya sendiri," katanya.

Tantangan kebijakan pengelolaan negara kini memang tak mudah. Pendapatan negara menurun akibat komoditas Indonesia kurang laku di luar negeri. Padahal di sisi yang lain, negara ini butuh investasi dan pendapatan negara yang memadai untuk membiayai pembangunan.

"Ke depan pemerintah harus bersikap realistis. Dan kepada publik juga harus terus mengedepankan persatuan agar segera memecahkan persoalan bangsa. Peristiwa Malari 1974 bisa dijadikan cermin bahwa kemandirian bangsa yang dulu kami perjuangkan kini menjadi hal yang kian penting untuk diwujudkan," tegas Hariman.

Peristiwa Malari yang terjadi pada 15 Januari 1974 terjadi ketika para mahasiswa UI yang dipimpin Hariman Siregar melakukan aksi unjuk rasa menolak masuknya modal asing. Penolakan itu diwujudkan dengan aksi unjuk rasa memprotes kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka.

Tapi entah kenapa aksi unjuk rasa yang damai kemudian berubah menjadi kerusuhan massal. Pusat perbelanjaan Pasar Senin terbakar. Selain itu tiba-tiba saja orang ramai membakar mobil buatan Jepang.

Hariman Siregar yang saat itu menjadi Ketua Dewan Mahasswa (Dema) UI ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara bersama beberapa orang aktivis mahasiswa lainnya. Beberapa tahun terakhir, kemudian terungkap Peristiwa Malari digerakan oleh intelijen dan akibat persaingan politik di kalangan elite.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement