Ahad 17 Jan 2016 09:42 WIB

Tsai Ing-wen, Presiden Perempuan Pertama Taiwan

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Winda Destiana Putri
Tsai Ing-wen
Foto: AFP
Tsai Ing-wen

REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Tsai Ing-wen (59 tahun) berhasil terpilih sebagai presiden perempuan pertama Taiwan. Tsai yang memimpin Democratic Progressive Party (DPP) menginginkan kemerdekaan dari Cina.

Dalam pidato kemenangannya, dia bersumpah untuk menjaga status quo hubungan dengan Cina. Namun, ia menambahkan Cina harus menghormati demokrasi Taiwan.

Sebab, Cina selama iini melihat Taiwan sebagai pulau yang memisahkan diri dari negaaranya dan mengancam untuk mengambilnya kembali dengan kekerasan jika perlu.

"Kehendak rakyat Taiwan akan menjadi dasar bagi hubungan dengan Cina. Saya juga ingin menekankan bahwa Taiwan memiliki tanggung jawab untuk menemukan cara-cara yang dapat diterima bersama interaksi yang didasarkan pada martabat dan timbal balik," ujarnya seperti dikutip dari laman BBC, Ahad (17/1).

Pihaknya juga harus memastikan bahwa tidak ada provokasi yang terjadi. Ia memperingatkan bahwa setiap bentuk penindasan akan membahayakan stabilitas hubungan lintas-selat.

Dia juga mengucapkan terima kasih kepada Amerika Serikat  (AS) dan Jepang atas dukungan mereka. Ia bersumpah Taiwan akan memberikan kontribusi bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan itu. Dalam sambutannya, Tsai memuji era baru di Taiwan dan berjanji untuk bekerja sama dengan partai politik lain terkait isu-isu utama.

Tsai memenangkan penghitungan suara ketika calon presiden Eric Chu (54) dari Kuomintang (KMT) mengakui kekalahan. Chu mengucapkan selamat Tsai Ing-wen dan mengumumkan ia berhenti sebagai kepala KMT. Perdana menteri Taiwan Mao Chi-kuo juga mengundurkan diri.

Pemilu diselenggarakan hanya beberapa bulan setelah pertemuan bersejarah antara para pemimpin Taiwan dan Cina. KMT telah berkuasa hampir dalam 70 tahun terakhir dan telah mengawasi hubungan antara Taiwan dan Cina. Sementara DPP baru dua kali memenangkan pemilihan dalam rentang waktu yang sama.

Yang pertama adalah advokat pro-kemerdekaan Chen Shui-bian yang menjadi presiden antara tahun 2000 dan 2008.

Hasil pemilu menandai titik balik dalam demokrasi Taiwan dan hubungan dengan Cina. DPP menang berarti mengakhiri dekade sebagian besar aturan KMT.

KMT adalah musuh Komunis selama perang sipil. KMT kemudian melarikan diri ke Taiwan setelah kalah dalam perang saudara.

Cina telah mengamati dengan seksama pemilu untuk mengukur sentimen masyarakat Taiwan dan untuk tujuannya untuk menyatukan kembali wilayah-wilayah tersebut, termasuk Hong Kong dan Macau.

Tsai menjadi ketua DPP pada tahun 2008, setelah terjadi serangkaian skandal korupsi. Dia kehilangan tawaran jabatan presiden pada 2012 namun kemudian memimpin partai untuk kemenangan pemilihan.

Dia telah memenangkan dukungan masyarakat Taiwan. Peningkatan dukungan sebagian karena ketidakpuasan terhadap KMT dan Presiden Taiwan sebelumnya Ma Ying-jeou menangani ekonomi dan kesenjangan kekayaan yang semakin melebar.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement