REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Cendekiawan Islam Din Syamsuddin meminta pihak kepolisian mengevaluasi pola penanganan terorisme. Evaluasi tersebut dinilai penting karena berdasarkan peristiwa teror di Jalan Thamrin Jakarta tampak ada pergeseran sasaran teror. Kelompok teroris, ujar Din, tampak menyasar negara khususnya aparat kepolisian.
"Ini berarti ada masalah kelompok radikal dengan kepolisian," ujar Din kepada Republika, Ahad (17/1).
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia itu menjelaskan, dulu sasaran terorisme di Indonesia adalah Amerika Serikat atau barat. Dengan alasan, ujarnya, hal itu sebagai sumber malapetaka dunia Islam.
Din menilai, persoalan dengan polisi bisa muncul karena cara penanganan tim Detasemen Khusus 88 (Densus 88) buruk.
Dalam sejumlah operasi penggerebekan, kata Din, pelaku kerap terbunuh. Menurutnya, hal ini bisa menimbulkan dendam dari pihak keluarga dan pihak penyidik pun sulit mengorek informasi.
"Kalau ini terus terjadi artinya profesionalitas (Densus 88) kurang," ujarnya.
Din mengaku, perlu ada penelaahan yang mendalam dan luas terkait gerakan terorisme. Ia mengakui, memang ada kelompok berideologi ekstrim. Akan tetapi, ujarnya, tidak menutup kemungkinan ada penunggangan pihak tertentu yang memanfaatkan mereka.
Din mengatakan, ISIS beberapa kali disebut badan intelijen negara lain didukung oleh kepentingan pihak tertentu.
"Ada penunggangan radikalisme Islam oleh pihak lain, oleh kepentingan tertentu, yang justru ingin merusak Islam," ujar Din.
Din menyarankan, pihak kepolisian tidak melihat peristiwa teror dengan kacamata kuda seolah ini hanya menyangkut kelompok radikal atau ISIS. Ia mengaku negara tidak bisa membatasi diri pada faktor seolah ada kelompok radikal ideologis padahal ada kelompok yang tidak suka Indonesia stabil.
"Ini adalah bentuk ancaman pada negara yang perlu disikapi bersama. Kita tetap sepakat menolak terorisme tapi cara menghadapinya harus dilihat secara komprehensif," pungkas Din.