REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Presiden Joko Widodo seharusnya menjadikan kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) di Provinsi Sumatra Utara sebagai momentum membersihkan Kejaksaan Agung (Kejakgung). Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Muhammad Budyatna berpandangan, pembersihan Kejakgung diperlukan agar tidak menjadi beban bagi Jokowi di masa mendatang.
“Jokowi seharusnya mengganti unsur pimpinan Kejakgung agar tidak terseret-seret kasus bansos Sumut ini,” kata Budyatna di Jakarta, Senin (18/1).
Dia melanjutkan, selain merombak unsur pimpinan Kejakgung, Jokowi juga perlu memberikan sanksi kepada Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang mengusung Jaksa Agung HM Prasetyo ke posisinya sekarang. Alasannya, Nasdem tidak bisa memberikan contoh melalui kadernya yang dipercaya memimpin lembaga Adhyaksa tersebut.
“Indikasi adanya permufakatan jahat sangat kuat dengan adanya pertemuan antara petinggi Partai Nasdem dengan mantan Gubernur Sumut Gatot Pudjonugroho dalam kasus dana bansos Provinsi Sumut,” ujar Budyatna.
Menurut Budyatna, Jokowi bisa meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk memutuskan perkara “Papa Minta Saham” terkait perusahaan tambang asal AS PT Freeport. Hal yang sama seharusnya bisa dilakukan Jokowi dalam kasus bansos Sumut. Akan sangat aneh jika Jokowi bisa meminta MKD menyidangkan kasus Freeport yang membuat Setya Novanto mundur sebagai ketua DPR, namun Jokowi sama sekali tidak mengambil tindakan dengan menggunakan hak prerogratifnya merombak Kejakgung.
Dalam kasus dana bansos ini, kata Budyatna, indikasi permufakatan jahatnya sangat kuat karena sudah ada Gatot dan istrinya, mantan Ketua Mahkamah Partai Nasdem OC Kaligis, serta mantan Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capela yang sudah menjadi tersangka kasus tersebut. “Sayangnya, Jokowi malah terkesan membiarkan kasus ini,” ujar Budyatna.