REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Republik Austria adalah negara yang terkurung daratan di tengah-tengah Eropa Tengah. Ia berbatasan dengan Jerman, Ceko, Slovakia, Hungaria, Slovenis, Italia, dan Swiss.
Laporan dari Universitas Wina pada 2014 menyebutkan, jumlah Muslim di Austria lebih dari 550 ribu atau tujuh persen pada 2012. Mayoritas Muslim Austria berasal dari Turki dan Bosnia, ditambah etnis Chechnya dan Iran. (Baca: Cahaya Islam ke Austria Tertahan Usai Kekalahan Ustmani)
Jumlah Muslim Austria mula-mula meningkat sebagai hasil dari ledakan ekonomi. Pada 1960 hingga 1970-an, puluhan ribu pekerja migran berdatangan dari Balkan dan Turki. Jumlah pelajar dari negara-negara Muslim juga meningkat di universitas-universitas Austria. Pengungsi dari Bosnia dan Kosovo menyusul pada 1990-an.
Baru-baru ini, Austria juga menampung ribuan pencari suaka dari Suriah, Afghanistan, dan Irak. Ada lagi, penambahan populasi dari kelahiran imigran generasi kedua dan ketiga pada 2000-an. Pada 2009, sekitar setengah dari Muslim di negara itu berkewarganegaraan asli Austria. Angka konversi warga asli Austria pun disebut-sebut mengalami kenaikan.
Ketika negara-negara lain di Eropa menghadapi derasnya gelombang migran Timur Tengah, Austria pun sama. Negera ini menjadi jalur transit migran Timur Tengah yang ingin menuju Jerman. Sejak Desember 2015 lalu, Austria bahkan harus menanggung pengembalian migran ilegal dari Jerman.
Hubungan Muslim dengan Pemerintah Austria relatif landai. Negara ini telah memberikan pengakuan Islam sebagai salah satu agama resmi dan menjamin kebebasan beragama. Ada ratusan tempat ibadah dan masjid di Austria. Permakaman Islam seluas 34 ribu kilometer persegi dibangun pada 2008.
Muslim di Austria diwakili oleh Islamic Faith Community of Austria (Islamische Glaubensgemeinschaft/IGGIÖ) yang didirikan pada 1912. Organisasi ini menjalin hubungan dengan negara.