Selasa 19 Jan 2016 11:44 WIB

Usut Tuntas Isu Pungli Traktor Bantuan Pemerintah

Rep: Sonia Fitri/ Red: Nidia Zuraya
  Deretan traktor yang akan dibagikan ke petani saat kunjungan kerja Presiden Jokowi di Desa Jetis, Ponorogo, Jumat (6/3).
Foto: Antara
Deretan traktor yang akan dibagikan ke petani saat kunjungan kerja Presiden Jokowi di Desa Jetis, Ponorogo, Jumat (6/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengemukanya isu praktik pungutan liar (pungli) traktor dari pemerintah untuk petani harus ditindaklanjuti hingga tuntas. Kabar pungli traktor di Indramayu hanya satu di antara sejumlah kasus penyaluran bantuan pemerintah yang diduga bermasalah. 

(Baca: Petani Diminta Bayar Rp 7 Juta untuk Dapatkan Traktor Bantuan Pemerintah)

Inisiator Gerakan Petani Indonesia (GPN) Hermanu Triwidodo pun meminta pemerintah melakukan pengkajian ulang soal pemberian bantuan untuk petani. "Harusnya ditindaklanjuti, apakah penyelewengan ini siatematis terjadi di wilayah lain juga, atau hanya ada di wilayah tertentu saja," kata dia kepada Republika, Selasa (19/1). 

Hal senada diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa. "Beragam masalah soal penyaluran bantuan petani, termasuk traktor, bermasalah, hal tersebut nyata, tapi petani kesulitan untuk pembuktian," kata dia. 

Penyebabnya, ungkap Dwi, di antaranya karena posisi petani yang dikondisikan tidak memiliki kapasitas untuk melapor secara detail hingga ke tingkat data ean barang bukti. Terlebih, Babinsa yang diturunkan ke sawah cukup menekan psikologis petani. Kejadian penyimpangan bantuan untuk petani seharusnya memang dapat dibuktikan. Salah satunya melalui studi langsung ke jaringan tani.

Di sisi lain, pengawasan pemerintah pusat dalam mengawal penyaluran bantuan untuk petani juga sulit. Sebab, biasanya bantuan dititipkan dinas di daerah yang bertanggung jawab kepada Pemerintah Daerah (Pemda). Penyaluran juga bisa melalui anggota DPR melalui daerah pilihannya masing-masing. "Pola-pola penyaluran tersebut memungkinkan ada penyimpangan karena banyak kepentingan," ujarnya.

Keberadaan traktor bantuan pemerintah selama ini seharusnya bermanfaat untuk petani. Namun temuan di lapangan, dalam beberapa kasus traktor hanya dikelola oleh beberapa orang saja, lalu disewakan lagi kepada yang lain. Jadi, ongkos pengelolaan lahan dengan atau tanpa traktor bantuan sama saja bagi petani penggarap.

"Kalaupun betul angka traktor di lapangan ada 60 ribu, itu jumlah yang kecil karena petani kita ada 26 juta jiwa," ujarnya. Bahkan di beberapa lokasi, laporan masuk bahwa traktor mangkrak. Namun AB2TI belum melakukan kajian khusus terkait hal ini.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement