REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mengaku masih mengalami kesulitan dalam mencari model bisnis penyelenggaran MotoGP di Indonesia.
Meski sudah dipastikan menjadi tuan rumah untuk seri balapan 2017-2019 akan tetapi sampai hari ini formulasi dan payung hukum penyelenggaraan olahraga otomotif itu masih belum pasti.
Deputi V Bidang Harmonisasi dan Kemitraan di Kemenpora, Gatot Dewa Broto mengatakan, Keputusan Presiden (Keppres) MotoGP belum juga ditetapkan dalam bentuk undang-undang.
Padahal, menurut dia, sejumlah persyaratan untuk keluarnya regulasi tersebut sudah dipenuhi pemilik Sirkuit Sentul sebagai pengusul tuan rumah MotoGP.
"Kita (pemerintah) belum menemukan model bisnisnya seperti apa. Ini memang rumit sekali," kata dia, saat ditemui di Kemenpora, Jakarta, Selasa (19/1).
Juru bicara Kemenpora itu menyatakan pihaknya masih rumit menyusun model bisnis karena sumber dana yang dipersiapkan itu berasal dari penggunaan anggaran negara (APBN).
Gatot mengatakan pemerintah sebetulnya setuju dengan klausul penggunaan anggaran negara untuk tiga pos terkait MotoGP. Ketiganya adalah penggunaan APBN untuk merenovasi Sirkuit Sentul senilai hampir Rp 200 miliar.
Pemerintah juga setuju menanggung biaya event fee seri MotoGP. Nilai masing-masingnya sebesar Rp 105 miliar untuk 2017 dan Rp 120 miliar untuk 2018 serta Rp 127 miliar untuk seri terakhir.
''Dalam manajemen penggunaan uang negara, perlu aturan terang soal kemana peruntukan miliaran rupiah tersebut,'' kata dia.
"Kan lucu juga kalau nanti jadi urusannya sama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," ujar Gatot.