REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak berada di bawah tekanan pada Selasa (19/1) atau Rabu (20/1) pagi WIB setelah Badan Energi Internasional (IEA) memperingatkan pasar 'bisa tenggelam' dalam kelebihan pasokan dengan kembalinya Iran di pasar minyak dunia.
Patokan harga minyak mentah di pasar Amerika Serikat (AS), minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari berakhir pada 28,46 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, turun 96 sen (3,3 persen) dari penutupan akhir pekan lalu. Aksi jual membawa WTI ke tingkat terendah sejak September 2003.
Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Maret menetap di 28,76 dolar AS per barel, naik tipis 21 sen (0,7 persen) dari penutupan Senin (18/1). Perdagangan reguler di pasar New York ditutup pada Senin (18/1) untuk libur publik, ketika Brent sempat turun di bawah 28 dolar AS untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade, setelah Amerika Serikat dan Uni Eropa mencabut sanksi ekonomi pada Iran dalam pertukaran untuk pememenuhan kesepakatan guna mengekang ambisi nuklirnya.
Pencabutan sanksi tersebut memungkinkan Iran untuk segera meningkatkan ekspor minyaknya, dengan tambahan 500 ribu barel per hari mungkin dalam beberapa minggu ini. John Kilduff dari Again Capital mengatakan bahwa kenaikan tipis pada Brent dikaitkan dengan reli di pasar saham Eropa.
"Harga masih bearish karena kami terus memilah kelebihan pasokan dan Iran kembali ke pasar," kata Kilduff.