REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Seorang pria Thailand dijatuhi hukuman enam tahun penjara, Rabu (20/1), karena dua tulisannya di Facebook mengenai raja. Tulisannya dinilai melanggar hukum penghinaan kerajaan.
Vonis tersebut adalah yang terbaru dalam penumpasan tindakan menghina raja, yang dilancarkan sejak jenderal setia pada kerajaan merebut kekuasaan melalui kudeta pada Mei 2014. Jumlah vonis terkait hukum tersebut melonjak sejak perebutan kekuasaan itu dan hukuman penjara memecahkan rekor, banyak di antaranya akibat tulisan di media gaul.
Pihak berwenang memperluas tafsir mereka atas hukum tersebut. Pengadilan Pidana Bangkok mengatakan Piya Julkittiphan (46 tahun) didakwa karena mengunggah dua foto dengan keterangan pada 2013, yang berisiko membuat publik "tidak menghargai atau tidak setia" kepada kerajaan.
"Hakim menjatuhkan hukuman sembilan tahun baginya namun ia memberikan pengakuan yang bermanfaat selama penyelidikan, sehingga pengadilan mengurangi sepertiga hukumannya menjadi enam tahun penjara," kata pengadilan dalam vonisnya.
Seperti lazimnya dalam kasus lese majeste, pengadilan tidak merinci isi tulisan yang dibuat terdakwa. Meskipun tulisan itu sudah diketahui luas, media pun harus melakukan sensor ketat saat melaporkan kasus-kasus semacam itu untuk menghindari terperosok oleh hukum yang sama.
Pengacara Hak Asasi Manusia Thailand menggambarkan Piya sebagai mantan pialang saham yang pertama kali ditahan pada Desember 2014 dan sejak itu berada dalam tahanan.
Raja Bhumibol Adulyadej yang merupakan raja berkuasa terlama, dilindungi dari setiap debat maupun kritikan oleh hukum penghinaan raja paling keras di dunia. Siapa pun didakwa menghina raja, ratu, keturunan atau kerabatnya, diancam hukuman hingga 15 tahun penjara untuk setiap kesalahan.
Bhumibol masih sangat dihormati di Thailand namun selama dua tahun terakhir ini ia menghabiskan banyak waktunya di rumah sakit dan jarang muncul di depan publik.