Sabtu 23 Jan 2016 11:29 WIB

Walhi: KA Cepat, Skandal Baru 'Papa Minta Cepat'

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Teguh Firmansyah
Aktivitas pekerja pembangunan jalur Kereta Api cepat Jakarta-Bandung, di lokasi ground breaking di daerah Ciwalini, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (21/1).
Foto: Republika/Arie Lukihardianti
Aktivitas pekerja pembangunan jalur Kereta Api cepat Jakarta-Bandung, di lokasi ground breaking di daerah Ciwalini, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (21/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan menilai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebagai skandal baru dalam proyek pembangunan infrastruktur.

"Kan ada 'Papa Minta Saham', saya menyebutnya 'Papa Minta Cepat'. Satu level skandalnya, regusi dilanggar, daerah ditekan, lingkungan mau dirusak, rakyat dijual," ujarnya dalam diskusi bertajuk "Dibalik Proyek Kereta Cepat" di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (23/1)

Berdasarkan survei kecil-kecilan yang dilakukannya, ia mengatakan KA cepat bukan kebutuhan yang harus dilakukan saat ini, mengingat masih dapat dijangkau dengan moda transportasi lain seperti KA biasa yang sudah ada, bus, atau travel.

Ia memandang Peraturan Presiden (Perpres) No 107 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia pada 6 Oktober tahun lalu, terkesan sangat dipaksakan karena menabrak sejumlah aturan.

Dadan juga mengkritisi sikap Presiden Jokowi yang gemar mengeluarkan Perpres. Ia mencatat sudah ada 50 Perpres yang dikeluarkan mantan Gubernur DKI Jakarta itu dalam setahun terakhir.

Baca juga, Faisal Basri: Ada Kepentingan Terselubung Rini di Balik Kereta Cepat.

Selain itu, ia mempertanyakan begitu cepat keluarnya izin Amdal yang hanya sekitar dua pekan. Padahal menurutnya, untuk membahas kerangka acuan Amdal saja membutuhkan waktu minimal satu bulan. Untuk Amdalnya sendiri berkisar 75 hari.

"Ini dikategorikan pelangaran terhadap aturan, baik tata ruang perizinan, dan Amdal. Kajian ilmiah nggak bisa cepat. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) kita punya pengalaman buruk ketika Amdal bodong, sawah di Kabupaten Bandung tercemari karena Amdal tidak benar," katanya menambahkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement