REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pengamat komunikasi politik dari Universitas Diponegoro Semarang, Muhammad Yulianto berpendapat perlu ada figur baru pada Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Figur baru itu perlu dimunculkan untuk menyelamatkan internal partai dari perpecahan dan kekisruhan.
"Saatnya memunculkan figur baru untuk menyelamatkan masa depan partai dan salah satu figur yang bisa diterima semua pihak di internal partai, serta cocok menjadi Ketua Umum DPP PPP adalah Lukman Hakim Saifuddin," katanya di Semarang, Senin (25/1).
Hal tersebut disampaikan Yulianto saat menjadi salah satu pembicara pada acara Focus Group Discussion yang diselenggarakan DPW PPP Jawa Tengah dengan tema 'PPP, Muktamar atau Bubar'.
Menurut dia, perlu digelar muktamar partai yang dihadiri dua pihak yang berseteru jika PPP dapat terus eksis di dunia perpolitikan di Indonesia. Ia menilai, pihak yang paling berwenang menyelenggarakan muktamar guna mencapai islah di tubuh PPP adalah kepengurusan DPP PPP hasil Muktamar Bandung yang masa jabatannya akan berakhir pada Juni 2016.
"Apa yang dihasilkan dalam muktamar tersebut harus diterima oleh kedua belah pihak yang berseteru dan menjadi dasar hukum keabsahan kepengurusan partai ke depannya," ujar dia.
Ia mengharapkan, Ketua DPP PPP Muhammad Romahurmuziy hasil Muktamar Surabaya tidak mencalonkan diri kembali sebagai pimpinan partai. "Romi masih muda dan untuk lima tahun ke depan masih memiliki kesempatan untuk maju lagi, sedangkan pada muktamar mendatang, lebih baik kepemimpinan kepengurusan diserahkan kepada kader PPP yang lebih senior," katanya.
Ketua Umum PPP Djan Faridz enggan menyetujui muktamar seperti yang terus didorong kubu Romi. "Pertama, saya akan menutup pintu kalau ada orang ketiga yang ingin kocok ulang (muktamar)," kata Djan, Senin.
Ia menuturkan, pemerintah tak pernah menyatakan penyelesaian satu-satunya masalah di tubuh PPP adalah muktamar. "Tak ada. Saya sudah bertemu dengan Presiden Jokowi, beliau menghormati keputusan Mahkamah Agung dan mengerti keputusan itu inkrah. Wapres Jusuf Kalla juga mengerti," jelas Djan.
Kecuali muktamar, Djan mengaku akan membuka apapun keinginan kubu Romy. "Kalau pun harus dialog di rumah saya selama 24 jam, saya membuka pintu untuk islah. Romi mau jabatan apapun saya kasih, kecuali untuk ketua umum," kata Djan.
Djan juga mengaku heran dengan sikap kubu Romy yang ngotot ingin muktamar. "Apa yang mau dicari dari muktamar. Kita mengharapkan jabatan atau mengabdi ke negara. Kalau ingin mengabdi, ayo bangun bersama-sama PPP," katanya.
Menkumham mencabut Surat Keputusan (SK) Kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar Surabaya yang dipimpin Romahurmuziy. PPP kubu Djan Faridz bersyukur atas keputusan pencabutan SK tersebut.
Kepengurusan hasil Muktamar Jakarta yang diketuai Djan Faridz ini keukeuh mengklaim sebagai pengurus paling sah. Karena itu mereka menolak kembali ke hasil muktamar Bandung.
Wakil Ketua Umum DPP PPP hasil Muktamar Jakarta Humphrey Djemat menjelaskan, perkara perselisihan internal partai berlambang Kakbah telah diputus Mahkamah Agung pada tingkat Kasasi. Hasilnya menyatakan, kepengurusan DPP PPP yang sah adalah hasil Muktamar Jakarta dengan Ketua Umum Djan Faridz dan Sekretaris Jenderal Dimyati Natakusuma.
"Ini berdasarkan kepada dua Putusan Mahkamah Agung yang berkekuatan hukum tetap. Yakni Putusan Kasasi PTUN No. 504 yang isinya antara lain menyatakan secara tegas telah mencabut susunan kepengurusan PPP kubu Romahurmuziy," kata Humphrey.