REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Realitas politik memaksa Golkar mendukung pemerintah. Hal ini selalu terjadi pada sejarah politik di Indonesia. Yang menjadi persoalannya apakah partai oposisi yang jumlah lebih sedikit dapat melakukan pengawasan berimbang dengan tepat. Partai pendukung pemerintah jauh lebih banyak dibandingkan partai oposisi.
"Sejarah terulang kembali. Di era pemerintahan SBY koalisi besar terbangun dengan melibatkan banyak parpol. Dari 9 parpol, 6 di antaranya berkoalisi mendukung pemerintah SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)," kata pengamat LIPI, Siti Zuchro, Senin (25/1) malam.
Siti menambahkan sekarang ini dari 10 parpol di Senayan, 7 diantaranya mendukung pemerintah Jokowi. Ia mengambahkan saat ini yang menjadi pertanyaannya, bagaimana dengan efektivitas sistem presidensial yg mengedepankan mekanisme checks and balances.
Siti mempertanyakan apakah tiga partai yakni Gerindra, Demokrat dan PKS yang berada di luar pemerintah mampu melakukan pengawasan yang berimbang. Mengingat jumlah mereka yang jauh lebih kecil dibandingkan partai pendukung.
"Apakah partai-partai di luar pendukung pemerintah (Gerindra, Demokrat, PKS) akan mampu menjalankan fungsi checks and balances? Mengingat jumlah tiga partai ini masih kalah dengan jumlah pendukung pemerintah," tambahnya.
Jika tidak mampu, kata Siti, pengalaman pada pemerintahan SBY akan terulang. Partai-partai pendukung bersikap seperti partai oposisi. Siti menjelaskan sejauh ini belum ada koalisi yang terformat dan terukur. Yang ada yaitu koalisi spontan yangg cenderung pragmatis dan oportunistis. Hal ini menyebakan pola koalisi sangat tak pasti dan jauh dari sifat permanen.
"Bagi partai, koalisi terbangun lebih karena kepentingan dan orientasi kekuasaan saja," kata dia.