REPUBLIKA.CO.ID, BANGLI -- Tahun ini Indonesia resmi menerapkan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Namun, Pakar Kuliner dan Pariwisata, Bondan Winarno menyampaikan sektor wisata di Bali dan Daerah Istimewa Yogyakarta belum siap menghadapi persaingan akibat kesepakatan tersebut.
Kondisi itu terjadi karena sumber daya manusia (SDM) di kedua kota tersebut belum memiliki budaya wisata yang baik. Sehingga bisa menyebabkan ketidaknyamanan bagi wisatawan. "Jualan saja maksa, supir taksi maksa, kalau ada orang di jalan digangguin. Ini bisa membuat turis takut. Kadang orang Bali lebih hargai orang asing, tapi tidak menghargai kita (orang lokal)," katanya saat ditemui di Restoran Gong Dewata Kintamani, Bangli, Selasa (26/1).
Sementara itu, ia berpendapat orang Yogyakarta lebih ramah. Namun, mereka senang guyon atau bercanda. Padahal candaan mereka dinilai bisa tidak lucu. Akibatnya, mereka sering tertawa yang menyebabkan wisatawan merasa tidak nyaman. Selain itu, menurutnya, manajemen hotel pun masih perlu banyak pembenahan.
Bondan berpendapat bahwa SDM Indonesia tidak buruk. Namun, mereka membutuhkan pendidikan yang khusus terkait budaya wisata. Hal ini tentunya harus diupayakan oleh pemerintah. "Masyarakat harus belajar lewat otoritas pariwisata termasuk Dinas Pariwisata. Budaya pariwisata harus ditumbuhkan dulu, sebelum gembar-gemborkan visit indonesia," katanya.
Adapun negara dengan pelayanan wisata terbaik di ASEAN, menurut Bondan, adalah Thailand. Ia mengatakan, orang-orang di sana mampu melayani tamu dengan baik. Ke depannya, jika SDM pariwisata tidak segera diperbaiki, bisa saja Indonesia dikalahkan oleh negara gajah putih tersebut.
"Jadi nanti kalau pemain pariwisata berpikir didik orang Indonesia itu susah, lebih baik mereka mempekerjakan orang Thailand. Toh orang Thailand pintar-pintar," ujarnya. Ia mencontohkan, sopir taksi Indonesia belum bisa berbahasa inggris. Kalau 1.000 orang Thailand yang pandai berbahasa Inggris dipekerjakan di perusahaan taksi Indonesia, pemerintah dinilai pasti akan kelimpungan.