REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Batas wilayah administrasi hingga saat ini masih menjadi perhatian karena belum semua segmen batas tegas dan jelas, yang ditandai dengan banyaknya permasalahan yang timbul di daerah akibat batas.
Menurut data dari Pemerintah, ada 780 lebih singgungan perbatasan itu ada antara kabupaten, antar provinsi dengan provinsi, kota dengan kabupaten, dan Pemerintah baru menyelesaikan sekitar 30 persen.
Menurut Ketua Komite I DPD Ahmad Muqowam, permasalahan tersebut mempunyai pengaruh kepada tata kelola Pemda yang dijalankan, hubungan pemerintahan dan menyulitkan Pemerintah Daerah dalam pembagian kewenangan. Belum terbitnya peraturan-peraturan pelaksana yang menunjang Undang-Undang tersebut dituding sebagai penyebabnya.
"Sehinga masih harus terus dikawal agar Pemda tidak kesulitan dalam menjalankan tata kelola administrasi daerahnya, karena Undang-Undang Kehutanan, lingkungan hidup, tata ruang, agraria mempengaruhi Undang-Undang Pemda tersebut dalam beberapa hal menimbulkan permasalahan," kata Ahmad, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (28/1).
Muqowam juga menyoroti Undang-Undang yang mengatur Badan Informasi Geospasial, sebagai alat yang dipakai dalam penentuan batas wilayah tidak nyambung. Karena satuan ukur yang dipakai berbeda dengan yang dipakai kehutanan, dengan agraria dan pertanian.
Sehingga jika dilakukan sinergitas secara IT sulit bersinergi. Akibatnya, Geospasial juga kesulitan dalam mengelaborasinya.
Komite I juga akan meminta berkas permasalahan secara detail dari 21 daerah kabupaten kota yang masih ada konflik penetapan batas wilayah di NTT, beberapa permasalahan batas di Kabupaten Kutai Timur, dan Riau.
Berkas-berkas permasalahan yang belum terselesaikan tersebut akan dibahas di Komite I dan akan melakukan mediasi dengan Pemerintah Pusat.