REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah KH Ahmad Daroji menjelaskan, keberlangsungan gerakan radikal di Indonesia dipicu oleh empat faktor. Pertama, terusiknya rasa keadilan rakyat melihat sikap pembiaran dari Pemerintah terhadap eksploitasi sumber daya alam nasional secara besar-besaran, pengenaan pajak, dan berlanjutnya korupsi dan kesejangan sosial dan ekonomi.
Kedua, analisis pakar mengenai sensitive issues dapat memicu reaksi masyarakat secara berlebihan dan kadangkala diwujudkan dengan penuh kekerasan. Seperti isu tentanBg clash of civilization, demographic war, proxy war, monopoli media massa dan sebagainya.
(Baca: Tafsir Selektif terhadap Alquran Tumbuhkan Radikalisme).
Termasuk tayangan media elektronik yang tidak sesuai dengan budaya bangsa, sungguh menimbulkan keberangan sosial di kalangan kaum puritan. “Pun demikian kemajuan Teknologi Informasi memberikan pengaruh besar terhadap sikap dan nilai pembacanya karena dilakukan secara masif dan berkelanjutan,” katanya di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (28/1).
Faktor ke-empat berupa kegagalan sistem pendidikan nasional untuk mendidik warga bangsa yang berkarakter dan bertanggungjawab. Pendidikan nasional yang mengutamakan kecerdasan telah menafikan pentingnya pemeliharaan nilai yang menghargai pluralisme demokratis, negara kebangsaan (nation state).
Melihat fenomena ini, forum merekomendasikan agar MUI Jawa Tengah terus menyelenggarakan pertemuan- pertemuan rutin dan terjadwal antara Pimpinan Ormas Islam dan para penggiat deradikalisasi dengan fokus pada penanganan radikalisme di Indonesia.
MUI Jawa Tengah juga aktif menyelenggarakan pertemuan dengan seluruh aparatur intelejen. Sehingga tercipta sinergi mengenai early warning system dalam konteks radikalisme di Indonesia.